Unhas Figure

Saat Unhas dan Muhammadiyah Bersua di Persimpangan Nilai





Di pelosok-pelosok timur Indonesia, Unhas dan Muhammadiyah sering kali hadir tanpa diketahui publik. Unhas mengirim dokter muda, peneliti, dan mahasiswa KKN ke pulau-pulau kecil. Muhammadiyah hadir dengan sekolah, rumah sakit, dan pesantren. Di tempat-tempat yang jauh dari lampu kota, mereka berjumpa dalam kerja senyap—menyulam jejaring kebaikan.

Tak ada publikasi besar. Tak ada panggung megah. Hanya sebaris tekad yang sama: bahwa pendidikan adalah bentuk paling tulus dari cinta pada tanah air.

Kampus sebagai Ladang Doa

Sesungguhnya, pertemuan antara Unhas dan Muhammadiyah bukan hanya akademik. Ia adalah spiritual. Kampus tidak sekadar tempat kuliah, tetapi ladang doa. Tempat di mana ilmu diajarkan bukan untuk mencari jabatan, tapi untuk melayani kehidupan.

Dan jika keduanya—Unhas dan Unismuh—terus berjalan di jalan ini, maka kita sedang menyaksikan sesuatu yang langka: sinergi antara negara dan umat, antara sistem dan gerakan, antara rasionalitas dan keikhlasan.

Prof. Jamaluddin menutup pidatonya dengan ajakan sederhana, namun menyentuh: “Mari kita teruskan ikhtiar ini. Kita berjalan di jalan yang sama: jalan kebaikan.”

Dan di antara deret bangku Balai Sidang Unismuh yang hening, barangkali banyak hati yang mengaminkan. Sebab kebaikan, seperti cahaya, tak butuh banyak suara. Ia hanya butuh satu hal: konsistensi untuk tetap menyala, meski dalam sunyi.