Budaya

Sa'Dan Andulan, Desa Penerus Tradisi Menenun di Toraja Utara

TORAJA, UNHAS.TV - Sejak pagi, perempuan-perempuan di Dusun Lembang, Desa Sa'dan Andulan, Kecamatan Sa'dang, Toraja Utara, sudah duduk menghadapi mesin tenunnya.

Tak ada raut wajah lesu dan payah walau mereka itu baru saja menyiapkan makan pagi untuk suami dan anak-anak mereka.

Bagi warga yang tinggal di desa berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Rantepao, Toraja Utara, menenun adalah panggilan jiwa. Panggilan yang sudah ditakdirkan dan telah diwariskan leluhur mereka.

Maka, wajar jika Desa Sa'dan Andulan sering disebut kampung penenun. Kain-kain khas Toraja umumnya dibuat di desa itu.

"Kalau dari sejarahnya, kami tidak tahu. Tapi, orangtua kami sudah mendidik kami sejak kecil untuk pintar menenun. Saya sendiri belajar menenun sejak berumur 6 tahun," kata Aki Mangiri.

Kegiatan menenun bukan hanya menjadi cara bagi mereka mendapatkan uang, melainkan juga sebagai pelestarian warisan kain Toraja.



TENUN TORAJA. Nita Basongan, seorang perempuan penenun di Dusun Lembang, Desa Sa'dan Andulan, Kecamatan Sa'dang, Toraja Utara, Rabu (4/9/2024). (dok unhas.tv/am syafrizal)


Beberapa motif khas Toraja yang sudah terkenal di antaranya kain Sarita, sarung tenun Toraja, dan Kain tenun Paruki mudah ditemukan di desa itu.

Tiap jenis kain tenun memiliki tingkatan kesulitan tersendiri. Bahkan ada kain dengan motir tertentu yang harus dikerjakan berbulan lamanya. Sebagian besar bisa diselesaikan dalam beberapa pekan saja.

"Yaaa, dari pekerjaan ini kami bisa kasih kuliah anak anak. Kalau bukan dari sini, mau ambil uang dari mana?" kata Nita Basongan.

Kain tenun buatan warga Desa Sa'dan Andulan dijual mulai seharga Rp 300 ribu. Harga termahal bisa mencapai Rp 3 juta. Seperti yang sedang dikerjakan oleh Aki Mangiri. 

Ia sedang mengerjakan kain dengan harga Rp 2,7 juta. Ia telah mengerjakan kain tentun itu selama dua pekan. 

Kain tenun buatan warga desa kini banyak berasal dari permintaan pegepul kain tenun yang terus menerus memberikan pesanan. Ini yang membuat warga desa tak pernah berputus dari kesibukan menenun.

"Kami sudah tidak menjual kain tenun di tempat penenunan karena langsung ditadah pengepul yang datang menjemput buatan kami. Praktis, kami hanya berproduksi saja dan terima uang," ujar Nita Basongan.(*)


(Andi Muhammad Syafrizal/Unhas TV)