MAKASSAR, UNHAS.TV- Seorang
pengungsi asal Irak, menurut laporan Aljazeera (30/1), di Swedia tewas beberapa
jam sebelum pengadilan memutuskan kasusnya terkait pembakaran Al-Qur'an dalam
demonstrasi anti-Islam tahun lalu.
Pada hari Kamis, polisi
mengumumkan bahwa mereka telah menangkap lima orang terkait pembunuhan Salwan
Momika yang berusia 38 tahun. Momika dilaporkan ditembak di sebuah rumah di
kota Sodertalje dekat Stockholm pada hari sebelumnya.
Perdana Menteri Swedia, Ulf
Kristersson, dalam konferensi pers menyatakan bahwa dinas keamanan turut
terlibat dalam investigasi kasus ini karena adanya kemungkinan keterkaitan
dengan kekuatan asing. Wakil Perdana Menteri, Ebba Busch, mengecam pembunuhan tersebut
dan menyebutnya sebagai ancaman bagi demokrasi Swedia. “Ini harus dihadapi
dengan kekuatan penuh dari masyarakat kita," tulisnya di media sosial X.
Pengadilan Distrik Stockholm yang
seharusnya memutuskan pada Kamis terkait apakah Momika dan terdakwa lain,
Salwan Najem, bersalah atas tuduhan "agitasi terhadap kelompok etnis atau
nasional", menunda keputusan mereka hingga 3 Februari karena kematian
Momika.
Menurut surat dakwaan yang
diajukan pada Agustus lalu, keduanya dituduh menodai Al-Qur'an, termasuk dengan
membakarnya, sambil melontarkan komentar menghina terhadap umat Muslim, salah
satunya di depan sebuah masjid di Stockholm.
Jaksa Rasmus Oman mengonfirmasi
bahwa investigasi pembunuhan Momika telah dibuka. "Kami masih berada di tahap awal dan
mengumpulkan banyak informasi," ujarnya.
Beberapa media melaporkan bahwa penembakan
tersebut kemungkinan disiarkan langsung di media sosial. Polisi yang merespons
panggilan pada Rabu malam menemukan seorang pria yang terluka akibat tembakan
di sebuah apartemen tempat Momika tinggal di Sodertalje.
Swedia sebelumnya meningkatkan status
kewaspadaan "terorisme" ke level tertinggi kedua setelah pembakaran
Al-Qur'an pada 2023 memicu kemarahan umat Muslim di seluruh dunia. Demonstran
di Irak sempat menyerbu Kedutaan Besar Swedia di Baghdad dua kali pada Juli
2023.
Momika, yang tinggal di Swedia sejak 2018,
sempat menghadapi kemungkinan deportasi pada 2023 karena diduga memberikan
informasi palsu dalam aplikasi izin tinggalnya. Namun, otoritas migrasi Swedia
memberikan izin tinggal sementara setelah memutuskan bahwa dia berisiko
mengalami penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi di Irak.
Pada Maret 2024, Momika meninggalkan Swedia
untuk mencari suaka di Norwegia, menyebut kebebasan berekspresi dan
perlindungan hak asasi manusia di Swedia sebagai "kebohongan besar".
Namun, beberapa minggu kemudian, Norwegia mendeportasinya kembali ke Swedia.
Aksi kontroversial Momika pada 2023 tidak hanya
menuai kecaman dari Iran dan Irak, tetapi juga memicu aksi demonstrasi di
Baghdad. Para demonstran yang marah menyerbu kedutaan besar Swedia sebanyak dua
kali. Insiden ini kemudian berujung pada keputusan pemerintah Irak untuk
mengusir duta besar Swedia dari Baghdad.
Pada Juli 2023, Kementerian Intelijen Iran
bahkan menuduh Momika sebagai "mata-mata" Israel.
Penistaan terhadap Al-Qur'an bukan kali pertama
terjadi di Swedia. Pada April 2022, aksi serupa dilakukan oleh seorang individu
lain yang memicu gelombang kecaman dari negara-negara Muslim seperti Qatar,
Arab Saudi, Yordania, dan Indonesia. Iran dan Irak bahkan memanggil perwakilan
diplomatik Swedia sebagai bentuk protes. Pemerintahan Taliban turut
mengecam tindakan tersebut sebagai bentuk “Islamofobia”. (*)