Internasional

Trump Membawa Pesan yang Berbeda dan Lebih Berani

Pengambilan Sumpah

Upacara Pelantikan Trump Kedua: Dari Pemilihan Wakil Muda hingga Cuaca Dingin Ekstrim. (Foto: Reuters/Saul Loeb).

MAKASSAR, UNHAS.TV– Upacara pelantikan Donald Trump kali ini diselenggarakan di dalam gedung karena cuaca dingin yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pemilihan wakil presiden baru oleh Trump mencerminkan perubahan dalam pandangan kepresidenannya. Banyak tamu internasional hadir, sementara reaksi publik terlihat lebih tenang dibandingkan sebelumnya, menunjukkan suasana yang berbeda pada periode ini. Meski demikian, tantangan dalam kebijakan masih tetap ada. Dalam puncak kekuasaannya, Trump lebih berusaha untuk berkoordinasi dengan Kongres, namun kesuksesan jangka panjangnya memerlukan dukungan publik yang lebih luas serta stabilitas dalam perubahan kebijakan.

Menurut laporan The Economist, perbedaan paling mencolok antara pelantikan pertama dan kedua Donald Trump dapat dilihat dari lokasi penyelenggaraannya. Delapan tahun lalu, Trump dilantik pada hari yang relatif tenang di bulan Januari, tepat di depan Gedung Kongres Amerika Serikat. Namun tahun ini, dingin ekstrem yang pertama kali terjadi dalam empat dekade terakhir memaksa upacara dipindahkan ke dalam gedung. Rincian pelantikan yang singkat dan teratur ini mengungkapkan perbedaan mendalam antara dua periode kepresidenan Trump, yakni pada tahun 2017 dan 2025.

Pada pelantikan kali ini, Wakil Presiden dilantik lebih dahulu dibanding Trump. Pada periode sebelumnya, Mike Pence, yang terpilih sebagai wakil Trump, merupakan simbol dari prinsip tradisional Partai Republik ala era Reagan. Pence, dengan pengalaman lebih dari satu dekade di Dewan Perwakilan Rakyat dan empat tahun menjabat sebagai Gubernur Negara Bagian Indiana, sangat memahami struktur kekuasaan di Washington. Ia juga memiliki hubungan dekat dengan kelompok-kelompok utama Partai Republik, termasuk pendukung pasar bebas, konservatif sosial, dan pendukung kebijakan luar negeri yang agresif. Pemilihannya oleh Trump pada waktu itu dianggap sebagai langkah untuk meyakinkan partainya setelah memenangkan pemilu yang tak terduga.

Namun Kali Ini, Pilihan Trump Membawa Pesan yang Berbeda dan Lebih Berani

Wakil presiden baru, James David Vance, dengan usia 40 tahun, membawa pengalaman politik yang hanya setengah dari yang dimiliki Trump dalam dunia politik Amerika. Dalam waktu singkat sebagai anggota Senat, Vance telah menantang banyak prinsip dasar Partai Republik dalam kebijakan luar negeri dan ekonomi. Pemilihan ini menunjukkan bahwa Trump kini sangat percaya diri pada kemampuannya sehingga ia tidak lagi merasa membutuhkan seorang penasihat, melainkan menginginkan pendukung setia yang tak tergoyahkan—sesuatu yang, menurut pandangannya, tidak dimiliki Mike Pence setelah pemilu 2020.

Daftar tamu dalam upacara pelantikan ini, meskipun dibatasi oleh cuaca dingin yang ekstrem, mencerminkan kontras yang menarik dalam periode kedua kepresidenan Trump. Meskipun kali ini ia lebih bebas dari berbagai batasan, terlihat bahwa baik Amerika Serikat maupun dunia telah mengambil pendekatan yang lebih tenang dan bijaksana terhadap kembalinya Trump ke tampuk kekuasaan.

Upacara Meriah di Rotunda: Dari Para Miliarder hingga Pemimpin Dunia

Pada tahun 2016, Trump dianggap sebagai fenomena langka di kancah internasional. Beberapa pihak, seperti Perdana Menteri Jepang, segera menyesuaikan diri dengan kenyataan baru tersebut dan mengunjungi Trump di New York. Namun kini, Trump memiliki lebih banyak pendukung di panggung dunia. Presiden Argentina, Javier Milei, berencana hadir dalam upacara tersebut, demikian pula Perdana Menteri Italia, Giorgia Meloni. Partai Komunis Tiongkok mengirimkan wakil presiden mereka, sementara Menteri Luar Negeri India juga akan hadir. Selama beberapa minggu terakhir, Trump secara tidak resmi terlibat dalam kebijakan luar negeri, dengan para penasihatnya memainkan peran kunci dalam gencatan senjata Gaza. Hal ini menunjukkan bahwa kembalinya Trump ke kekuasaan telah direncanakan dengan matang, sehingga tidak mengherankan jika daftar tamu internasionalnya cukup luas.

Reaksi publik Amerika Serikat juga sangat berbeda dari tahun 2017. Saat itu, kekhawatiran dan ketegangan mendominasi, namun kali ini, jalan-jalan di Washington dipenuhi wisatawan dan perayaan di berbagai sudut kota. Bahkan, penyelenggara protes anti-Trump yang memprediksi kehadiran 50.000 orang hanya berhasil menarik 5.000 peserta. Secara mengejutkan, rapper terkenal Snoop Dogg, yang sebelumnya merupakan kritikus keras Trump, tampil dalam acara “Crypto Ball”, sebuah acara yang diadakan pada hari yang sama ketika presiden terpilih meluncurkan mata uang digital barunya, “$TRUMP”. Cuaca dingin ekstrem tampaknya turut berkontribusi pada berkurangnya antusiasme para pengkritik. Meskipun jalanan relatif tenang, Rotunda, tempat pelantikan Trump, dipenuhi oleh para elit politik dan ekonomi Amerika.



Jangan pernah menyerah! Cara Trump mengubah rintangan menjadi kesuksesan. (Foto: Cover Depan Buku D.J.Trump)
Jangan Pernah Menyerah! Cara Trump Mengubah Rintangan Menjadi Kesuksesan. (Foto: Cover Depan Buku D.J.Trump)


Trump di Puncak Kekuasaan, Berhadapan dengan Tantangan Baru

Saat ini, Trump berada di puncak kekuasaannya sebelum ia harus menghadapi keputusan-keputusan yang mungkin tidak populer atau potensi konflik internal di antara para pendukungnya. Para tokoh seperti Mark Zuckerberg, Jeff Bezos, dan Elon Musk, yang sebelumnya adalah kritikus keras, kini mengambil sikap yang lebih bersahabat dan hadir dalam upacara pelantikannya. Bahkan, Bill Gates baru-baru ini menyatakan kekagumannya terhadap beberapa kebijakan Trump.

Selama kampanye, diperkirakan Kamala Harris mendapat dukungan dari 83 miliarder dibandingkan 52 miliarder yang mendukung Trump. Namun, setelah kemenangan Trump, banyak pemimpin bisnis besar secara terbuka menunjukkan dukungan mereka. Trump dengan nada sinis pernah mengatakan,”Semua orang ingin menjadi teman saya”. Trump tentu menyadari bahwa dukungan ini sebagian besar didasarkan pada kepentingan pribadi, terutama karena kebijakan pemerintahannya akan mencakup regulasi baru dan penghapusan beberapa kebijakan lama yang dapat secara langsung memengaruhi keuntungan perusahaan.

Trump Berupaya  Meredakan Ketegangan dengan Kongres

Di antara tamu yang hadir dalam upacara pelantikan, terlihat Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Mike Johnson, dan Pemimpin Mayoritas Senat, John Thune. Meskipun Trump masih menyimpan kemarahan terhadap birokrasi yang mendalam dan beberapa penasihat sebelumnya, ia memahami bahwa membangun hubungan baik dengan Kongres adalah hal penting untuk melaksanakan program-programnya, sama pentingnya dengan upayanya melawan birokrasi lama di Washington.

Dalam periode kedua ini, Trump menunjukkan upaya yang lebih besar. Ia secara pribadi campur tangan untuk memastikan kelanjutan kepemimpinan Johnson di Dewan Perwakilan Rakyat dan mengadakan beberapa pertemuan tertutup dengan anggota Kongres di Mar-a-Lago untuk membahas strategi-strategi penting dan utama. Meski Trump dikenal sering membuat keputusan yang tidak terduga, koordinasi di periode ini tampaknya lebih baik daripada sebelumnya. Misalnya, beberapa tindakan eksekutif mungkin ditunda untuk memastikan kebijakan pengurangan pajaknya disahkan oleh Kongres dan dampaknya terhadap anggaran negara bisa dikelola.

Menuju Kesejahteraan dan Keamanan untuk Membuat AS Hebat Lagi. (Foto: The Daily Beast)
Menuju Kesejahteraan dan Keamanan untuk Membuat AS Hebat Lagi. (Foto: The Daily Beast)


Masa Depan yang Tidak Pasti: Apakah Kebijakan Trump Akan Bertahan?

Periode kedua Trump dipastikan tidak akan dimulai dengan tenang. Diperkirakan, pada hari-hari awal pemerintahannya, Trump akan mengeluarkan perintah eksekutif penting terkait imigrasi dan perdagangan.

Sebagai perbandingan, Presiden Joe Biden pada hari pertama masa jabatannya menandatangani sejumlah perintah eksekutif, seperti pencabutan larangan perjalanan untuk negara-negara mayoritas Muslim, perpanjangan moratorium penggusuran akibat dampak COVID-19, dan peluncuran program besar untuk keadilan rasial. Langkah-langkah ini menggambarkan kembali dinamika tahun 2020 dan menunjukkan bahwa perubahan mendalam dan berkelanjutan memerlukan persetujuan serta dukungan Kongres, dan tidak dapat dicapai hanya melalui perintah presiden.

Meskipun Partai Republik tampaknya tetap setia pada prinsip-prinsip gerakan “Make America Great Again” (Membuat Amerika Hebat Lagi) dalam isu-isu seperti pemotongan pajak, pengendalian imigrasi, dan penguatan produksi energi, banyak nilai dasar partai ini yang tetap tidak berubah sejak sebelum era Trump. Sebagai contoh, Trump mungkin akan menyadari dalam interaksinya dengan Kongres bahwa beberapa kebijakan yang dia usulkan tidak terlalu transformatif dalam praktiknya.

Yuval Levin, seorang peneliti senior di American Enterprise Institute dan mantan anggota pemerintahan Bush, berkomentar, “Hal menarik tentang Partai Republik di Kongres saat ini adalah jika Anda membandingkannya dengan rekan-rekan mereka pada era Obama, Anda tidak akan menemukan banyak perbedaan. Mereka tidak berubah sebanyak yang Anda bayangkan, bahkan meskipun Trump dalam banyak pandangannya telah menyimpang dari kebijakan tradisional Partai Republik.”

Senat Amerika Serikat juga diperkirakan akan terus memainkan peran tradisionalnya dalam memperlambat penerapan kebijakan ambisius presiden. Kemungkinan hanya Marco Rubio, kandidat pilihan Trump untuk Menteri Luar Negeri, yang akan disetujui pada hari pertama pemerintahannya. Kandidat pilihan Trump untuk posisi Jaksa Agung sebelumnya gagal mendapatkan posisi tersebut. Kandidat lain mungkin menghadapi nasib serupa tergantung pada kinerja mereka selama sesi dengar pendapat.

Trump diperkirakan akan segera mengambil tindakan, tetapi pertanyaan utamanya adalah apakah kebijakannya akan mampu bertahan dalam jangka panjang? Masa jabatan keduanya kemungkinan akan diawali dengan gelombang pemecatan besar-besaran segera setelah pelantikan. Ketika euforia awal mereda dan kekuatan politik kehilangan daya tariknya, Trump harus menghadapi tantangan yang lebih sulit untuk mendapatkan dukungan publik dan meninggalkan warisan yang berkelanjutan.

Reaksi Panama dan Meksiko terhadap Pernyataan Trump dalam Upacara Pelantikan

Menurut laporan BBC News (21/1), Presiden Panama menanggapi klaim Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, dalam pidato pelantikannya yang menyebutkan upaya pemerintahannya untuk menguasai kembali Terusan Panama. Ia menegaskan, “Terusan Panama adalah milik negara kami dan akan selamanya demikian.” Presiden Jose Raul Mulino menyatakan bahwa ia menolak pernyataan Trump “secara keseluruhan” dan menambahkan bahwa “tidak ada kehadiran negara mana pun di dunia yang mengintervensi pemerintahan kami.”

Dalam pidatonya, Trump menyatakan, “Kami akan mengambil kembali Terusan Panama dari Panama. Terusan ini dibangun oleh kami, tetapi saat ini digunakan oleh Tiongkok. Angkatan bersenjata Amerika akan berfokus pada satu misi: mengalahkan musuh-musuh kami. Kami akan membangun militer terkuat yang pernah ada di dunia!”

Di sisi lain, Presiden Meksiko, Claudia Sheinbaum Pardo menanggapi ancaman Trump terkait deportasi imigran dari Amerika Serikat dengan mengatakan, “Kami akan mendukung warga Meksiko yang berada di Amerika Serikat, karena orang-orang Amerika membutuhkan kami untuk memperkuat ekonomi mereka.” Mengutip Mexico News Daily (20/1) bahwa Sheinbaum telah mempersiapkan strategi berupa program yang disebut "México te abraza," atau "Meksiko merangkul Anda", bila operasi deportasi terbesar dalam sejarah Amerika betul-betul terjadi. Ia mengatakan bahwa para deportan akan menerima dukungan keuangan langsung dari pemerintah untuk menutupi biaya awal yang mereka hadapi setelah kembali ke Meksiko. Dukungan itu akan datang dalam bentuk "kartu kesejahteraan rekan senegara," semacam kartu bank yang diisi dengan 2.000 peso (sekitar US $100).

Dalam pidato pelantikannya, Trump menyatakan, “Saya mengumumkan keadaan darurat di perbatasan selatan. Setiap bentuk masuk secara ilegal ke perbatasan Amerika Serikat akan segera dilarang.”

Ia menambahkan, “Kami akan mempertahankan dan melindungi perbatasan Amerika lebih dari sebelumnya, serta tidak akan membiarkan siapa pun masuk ke Amerika begitu saja. Saya akan menghentikan proses penangkapan dan pembebasan. Saya akan memperkuat perbatasan selatan!” (*)