Saintek

Sapi pun Bisa Merasa Sepi

Sepi

NORTHAMPTONSHIRE, UNHAS.TV- Di ladang yang tenang, di balik suara gemerincing lonceng dan langkah-langkah lamban, para sapi hidup dalam dunia sosial yang rumit—dunia yang baru-baru ini terungkap melalui penelitian yang menggugah dari University of Northampton dan laporan lingkungan Animals Around the Globe. Temuan ilmiah ini menjungkirbalikkan persepsi lama bahwa sapi adalah makhluk pasif tanpa dimensi emosional.

Adalah Krista Marie McLennan, seorang peneliti perilaku hewan, yang memimpin pengamatan intensif terhadap ribuan interaksi sapi perah di sebuah peternakan komersial. Ia menemukan bahwa lebih dari separuh sapi secara konsisten memilih satu individu tertentu untuk selalu berada di dekatnya. Persahabatan ini terbentuk bukan karena hubungan darah, melainkan dari kedekatan sosial yang tumbuh seiring waktu.

Dalam uji coba terkontrol, McLennan mengamati tingkat stres sapi dalam dua kondisi berbeda: ketika dipisahkan bersama sahabatnya, dan ketika bersama sapi asing. Hasilnya mengejutkan—sapi yang ditemani sahabatnya menunjukkan detak jantung yang lebih tenang dan perilaku yang jauh dari kegelisahan. Namun, dampak emosional dari pemisahan jangka panjang lebih menyakitkan lagi.

Ketika dua sapi yang telah menjalin ikatan dipisahkan selama dua minggu lalu dipertemukan kembali, ikatan itu tampaknya telah memudar. Tak ada tanda-tanda keakraban, seolah persahabatan mereka terhapus oleh jarak. “Sapi tidak menunjukkan upaya untuk memperbarui kedekatan mereka. Hubungan sosial tampaknya retak secara permanen,” tulis McLennan, sebagaimana dikutip oleh BBC News, 27 April 2025.

Ketika sahabat terbaik bertemu kembali, kedamaian dan kebahagiaan mengalir dari semua arah dan kondisi.  Credit: Linnea H dengan menggunakan Dall_E untuk hewan di seluruh dunia.
Ketika sahabat terbaik bertemu kembali, kedamaian dan kebahagiaan mengalir dari semua arah dan kondisi. Credit: Linnea H dengan menggunakan Dall_E untuk hewan di seluruh dunia.


Laporan serupa juga disampaikan oleh media lingkungan Animals Around the Globe pada 26 April 2025. Peneliti Linnea H., dengan pendekatan sosiologis, menekankan bahwa pemisahan dari sahabat membuat sapi tampak gelisah, murung, bahkan menunjukkan gejala kecemasan. Namun saat bertemu kembali, mereka pun bisa mengekspresikan kegembiraan yang nyata. “Ini bukan sekadar naluri kawanan, tapi ekspresi emosi yang mendalam,” ujarnya.

Sayangnya, dalam praktik peternakan modern, pemisahan semacam ini terjadi secara rutin. Sapi-sapi kerap dipindahkan berdasarkan tahap produksi melalui proses regrouping—memisahkan sapi menyusui dari yang belum, atau yang sedang sakit dari yang sehat. Proses ini bisa terjadi 4 hingga 12 kali setahun. Setiap perpindahan membuat sapi harus menavigasi ulang struktur sosial kelompok baru, yang tak jarang memicu agresi, stres, dan menurunkan produktivitas.

“Dalam kelompok baru, sapi harus memperebutkan akses terhadap makanan dan tempat beristirahat. Proses ini sangat menegangkan, khususnya dalam dua hingga tiga minggu pertama,” jelas McLennan.

Temuan ini memantik refleksi mendalam: apakah efisiensi produksi susu sebanding dengan harga emosional yang dibayar oleh sapi-sapi tersebut? Apakah sistem peternakan besar saat ini sanggup menyesuaikan diri dengan fakta bahwa sapi juga makhluk sosial yang butuh kelekatan dan kenyamanan?

Jawabannya masih menggantung. Namun satu hal menjadi jelas—di balik mata tenang seekor sapi, mungkin tersembunyi luka kehilangan yang tak pernah kita duga.(*)