Opini

Selamat Natal

Ia adalah titik temu dan dasar toleransi dua umat besar.

Oleh: Dr Muhsin Labib*


Merayakan hari kelahiran seseorang yang dikenal seperti ibu, ayah, suami, isteri, anak, cucu bahkan teman dekat, apalagi manusia agung, tak perlu tanggal khusus di hari tertentu atau tanggal yang sesuai tanggal kelahirannya menurut kelompok ini dan kelompok itu karena sama-sama tak hidup  saat dilahirkan atau tak menyaksikannya. 

Meski Muhammad lahir pada tanggal 12 menurut sebagian Muslim dan 17 menurut sebagian Muslim lain, kelahirannya diperingati dan dirayakan setiap saat. Narasi kelahirannya selalu dibaca dan didendangkan oleh umat Muslim, terutama dalam walimah, tasyakuran dan sebagainya. Tapi serentak merayakannya pada hari dan tanggal tertentu tentu lebih bergaung. 

Meski Alkitab tidak menyebutkan tanggal atau waktu di tahun ketika Maria melahirkan Yesus dan meski Umat Kristen awal tidak merayakan kelahiran Yesus pada tanggal 25 Desember, disebut Hari Natal di sini, memperingatinya serempak pada tanggal tertentu dalam setiap tahun menjadi momen yang dinantikan oleh banyak orang, karena bisa berkumpul bersama keluarga dan melupakan kepenatan dan runitinas yang membosankan.

Merayakan hari kelahiran seorang tokoh agung yang dihormati apalagi disucikan oleh hampir semua kelompok tak mesti dan tak wajib diungkapkan dalam pengucapan selamat. Tapi karena sosok yang dirayakan hari kelahirannya adalah tokoh yang diagungkan oleh aneka kelompok, baku ucap selamat atas kelahirannya tentu lebih menyemarakkan. 

Karena yang mengangungkannya bukan hanya satu kelompok keyakinan, maka orang-orang dari ragam kelompok yang sama-sama berhak merayakan dan berbahagia karenanya. Namun karena yang bisa dan mau juga merasa berhak bahkan merasa patut merayakan kelahirannya adalah ragam kelompok keyakinan, maka setiap kelompok bebas memilih caranya masing-masing dalam mengekspresikan kegembiraan. 

Karena tujuan memperingati hari lahir tokoh agung adalah menghargai jasa-jasanya dan berterimakasih atas jerih payahnnya dalam mengajarkan dan menyebarkan nilai-nilai keluhuran dan kebaikan, maka cara terbaik merayakan kelahiran seorang panutan adalah meneladaninya dalam setiap detik hidup yang dijalaninya.

Karena Muhammad diyakini sebagai nabi terakhir dan Al-Quran sebagai kitab suci terakhir, umat Muslim diajarkan untuk mengucapkan selamat atas kelahiran Jesus,  “Salam atasnya pada hari dilahirkan, hari wafat dan hari dibangkitkannya dalam keadaan hidup.” (QS. Maryam:15).

Semoga para pecinta Jesus berkenan membalas ucapan selamat atas kelahiran Jesus yang diabaikan dalam surah bernama Maryam itu dengan ucapan selamat pada momen peringatan kelahiran Muhammad yang sangat mencintai Jesus itu. Toleransi yang rasional adalah mutual (dua arah), proporsional dan fair (tidak tebang pilih). 

Terlepas dari itu semua, Muslim yang tak ingin mengucapkan selamat Natal tak perlu merasa sangat islami apalagi merasa wajib melarang orang lain mengucapkannya, dan yang merasa patut mengucapkan selamat tak perlu mengekspresikannya secara "lebay" alias overacting. 

Yang pasti perlu, kelompok yang yakin bahwa dia dilahirkan oleh Tuhan dan kelompok yang memastikan dia dilahirkan dari Tuhan perlu menjaga nama harum Jesus dan Muhammad dalam perilaku dan sikap ketika banyak orang mulai apatis terhadap agama, seperti agnotisisme dan deisme atau "faith without religion".

Anda berhak menyebutnya Isa atau memanggilnya Jesus. Anda bisa menganggapnya lahir di musim dingin atau hadir di musim panas. Yang jelas,  dia adalah manusia suci yang diagungkan oleh dua agama besar. Ia adalah titik temu dan dasar toleransi dua umat besar. Selamat Natal!


*Direktur Moderate Institute