Unhas Story

Selempang dan Cita-cita: Arham Pawellangi, Duta yang Tak Hanya Bertugas, Tapi Berdampak




Mahasiswa Fakultas Hukum Unhas Andi Arham Ramadhan Pawellangi (dok unhas.tv)


Arham menjawab dengan mantap. Ia mengusung visi digitalisasi museum agar lebih relevan bagi Gen Z. Ia percaya, museum bukan ruang usang, tapi ruang masa depan yang penuh makna.

“Kami ingin anak-anak muda mengenal sejarah lewat platform yang mereka akrabi: media sosial. Maka kami buat konten edukatif di Instagram dan TikTok,” ujarnya. 

Tak lama berselang, ia mewakili Sulawesi Selatan dalam ajang Duta Genre Nasional di Bali. Meski awalnya hanya meraih juara dua tingkat provinsi, ia maju ke tingkat nasional menggantikan sahabatnya, Muhammad Yusuf, yang berpulang. “Saya membawa semangat Yusuf dalam setiap program saya,” katanya pelan.

Di sana, ia mengembangkan inisiatif CREATION (Creative Youth for Participation), pendekatan aktivisme seni untuk mendorong kebijakan sekolah yang ramah anak.

Ia mengajak siswa menyuarakan pengalaman perundungan dan kekerasan dalam bentuk karya seni. “Kami tunjukkan ke sekolah bahwa ini bukan cerita fiktif. Ini realitas yang perlu disikapi dengan regulasi,” katanya.

Program itu dilakukan di SMA Negeri 9 Gowa dan mendapat sambutan hangat. Ia pun dinobatkan sebagai Duta Genre Indonesia kategori berdampak.

Menjalani dua amanah sekaligus tentu bukan perkara mudah. Arham harus pandai mengatur waktu di tengah padatnya agenda perkuliahan. Apalagi, IPK-nya nyaris sempurna: 3,99. “Yang 0,01 hilangnya di mana, saya juga nggak tahu,” katanya seraya tertawa.

Menurutnya, kunci keberhasilan akademik dan organisasi ada pada tiga hal: niat yang lurus, public speaking yang kuat, dan kesehatan mental serta fisik yang terjaga. “Public speaking itu bukan hanya soal bicara, tapi bagaimana mempengaruhi dan menggiring orang pada ide kita,” ujarnya.

Satu momen paling emosional yang ia kenang adalah saat mendampingi seorang teman yang harus keluar dari sekolah karena hamil. Padahal, kehamilan itu terjadi dalam pernikahan sah.

“Saya tahu betul tidak ada aturan nasional yang melarang anak itu tetap bersekolah. Tapi karena ada pakta integritas dari sekolah, dia harus keluar. Saya bantu dia menyelesaikan pendidikannya lewat jalur Paket C,” kenangnya.

Kini, Arham tetap sibuk membina PIK Remaja dan Duta Genre Desa se-Sulawesi Selatan. Ia keliling dari satu kabupaten ke kabupaten lain, menanamkan nilai partisipasi dan kesetaraan. “Bonus demografi hanya akan jadi angka kalau generasi muda tidak bergerak,” katanya.

Arham tahu, perjalanannya masih panjang. Tapi ia sudah memulainya dengan langkah yang tepat: melangkah dengan makna. Karena bagi Arham, menjadi duta bukan soal panggung, bukan soal selempang. Tapi soal dampak. (*)