Polhum

Soroti Pelaksanaan Pilkada Calon Tunggal 2024, Jadi Fokus Webinar Apsipol Korwil 4 dan Ilmu Politik Unhas

Apsipol Korwil 4 dan Ilmu Politik Unhas menggelar webinar bertema Tantangan Pelaksanaan Pilkada Calon Tunggal Tahun 2024. (dok pribadi)

MAKASSAR, UNHAS.TV – Asosiasi Program Studi Ilmu Politik (Apsipol) Korwil 4, bekerja sama dengan Departemen Program Studi Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, menggelar webinar bertajuk “Tantangan Pelaksanaan Pilkada Calon Tunggal Tahun 2024”.

Webinar ini digelar pada Kamis (11/12), dengan tujuan untuk mendalami fenomena calon tunggal dalam Pilkada yang semakin marak menjelang tahun 2024.

Acara ini dihadiri oleh sejumlah pembicara kunci, di antaranya Guru Besar Ilmu Politik Unhas  Prof Muhammad, Ketua Bawaslu Kabupaten Maros Sudirman, dan Anggota KPU Kabupaten Maros Divisi Teknis Muhammad Salman.

Webinar ini dimoderatori oleh mahasiswa Ilmu Politik Unhas, Muhammad Zacky Athaya Syarif, dan dibuka oleh Ketua Umum Apsipol Dr Asep Sahid Gatara MSi.

Dalam sambutannya, Asep Sahid Gatara mengungkapkan bahwa fenomena calon tunggal dalam Pilkada bukan hanya masalah prosedural semata, melainkan tantangan serius bagi kualitas demokrasi di tingkat lokal.

"Fenomena calon tunggal harus dilihat lebih dalam, karena tanpa kompetisi politik yang sehat, banyak isu penting yang muncul, seperti oligarki, kartelisasi politik, dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pemilu," ujarnya.

Sebagai pembicara pertama, Muhammad Salman dari KPU Kabupaten Maros menjelaskan tantangan teknis yang dihadapi dalam pelaksanaan Pilkada calon tunggal.

Menurutnya, meskipun terlihat lebih sederhana, Pilkada dengan calon tunggal justru menghadirkan kerumitan teknis yang lebih besar.

"Kami harus memastikan setiap tahapan, mulai dari verifikasi hingga publikasi hasil, berjalan dengan sangat transparan. Tanpa kompetisi, transparansi menjadi benteng terakhir legitimasi pemilihan," ungkap Salman.

Ketua Bawaslu Kabupaten Maros, Sudirman, menyoroti aspek pengawasan dalam Pilkada calon tunggal. Ia menyebutkan bahwa dalam skema calon tunggal, Bawaslu harus menggantikan fungsi pengawasan informal yang biasanya dijalankan oleh lawan politik.

"Fokus kami adalah mencegah pelanggaran administratif, memastikan netralitas ASN, dan mengawasi potensi intervensi birokrasi dalam politik," jelas Sudirman.

Ia menambahkan bahwa penindakan terhadap calon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) dalam proses ini sangat kompleks.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Politik Unhas, Prof. Muhammad, dalam pemaparannya, menganggap fenomena calon tunggal sebagai gejala sistemik dalam demokrasi Indonesia.

"Calon tunggal adalah penyakit dalam politik kita. Regulasi yang multitafsir, dominasi oligarki, dan lemahnya kontrol politik semakin melemahkan kualitas demokrasi lokal," tegas Prof. Muhammad.

Ia juga mengingatkan bahwa minimnya kompetisi dalam Pilkada akan menyebabkan pengawasan publik melemah, yang pada gilirannya menggerus legitimasi hasil pemilihan.

Endang Sari, Korwil 4 Apsipol, berharap webinar ini dapat menjadi ruang diskusi yang konstruktif untuk memperkuat demokrasi lokal.

"Webinar ini diharapkan dapat mendorong refleksi bersama tentang tantangan regulasi, pengawasan, dan dinamika politik elektoral di daerah," ujarnya.

Para pembicara menyimpulkan bahwa fenomena calon tunggal harus menjadi bahan refleksi bagi seluruh pemangku kepentingan.

Mereka menekankan pentingnya menciptakan Pilkada yang lebih kompetitif, transparan, dan berintegritas untuk memastikan bahwa pemilu benar-benar mencerminkan kehendak politik masyarakat. (*)