"Kami mengundang pimpinan fakultas untuk memastikan bahwa korban tidak merasa stres. Kami telah memberikan layanan psikologi sebanyak dua kali, dan korban mengaku itu sudah cukup. Namun, kami tetap menawarkan pendampingan lebih lanjut, termasuk bantuan hukum jika korban ingin melapor ke kepolisian," jelasnya.
Adapun kepada pelaku yang merupakan Ketua Gugus Penjaminan Mutu, telah dinonaktifkan dari seluruh kegiatan akademik dan tidak menerima tunjangan apa pun selain gaji pokok..
Prof Farida memaparkan, pada proses mengungkap kasus ini, pihaknya berupaya keras mencari bukti, termasuk memanfaatkan rekaman CCTV. "Kami menghubungi FIB dan meminta rekaman CCTV. Kami dapatkan rekaman, tetapi hanya area luar gedung karena CCTV hanya ada di teras. Juga tidak ada saksi mata di lokasi, sehingga sangat susah untuk menelusurinya," ungkapnya.
Dari bukti yang ada, Satgas memanggil pelaku serta mengundang seluruh pimpinan fakultas untuk mendapatkan gambaran terkait keseharian pelaku.
"Di Fakultas Ilmu Budaya (FIB), kami kelimpungan. Pelaku pada awalnya tidak mau mengakui, termasuk laporan-laporan yang disampaikan korban," jelasnya.
Namun setelah mendengarkan korban dan meminta ia menceritakan apa yang sebenarnya terjadi, barulah dilakukan analisa dan tindak lanjut.
Terkait jumlah korban dari kasus kekeran seksual yang dilakukan FS, Prof Farida menjelaskan, satgas PPKS Unhas hanya menerima laporan dari satu orang korban, tidak lebih.
Prof. Farida menegaskan bahwa semua proses yang dilakukan Satgas PPKS berdasarkan peraturan perundang-undangan. "Kami selalu mendengarkan kedua belah pihak secara non-diskriminatif, dengan proses yang memakan waktu paling lama satu bulan," jelasnya.
Menanggapi isu yang beredar tentang dugaan pemerkosaan, Prof Farida menegaskan bahwa berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan, korban mengaku tidak mengalami pemerkosaan. "Ada banyak pamflet yang menyebutkan pemerkosaan. Pengakuan dari korban, tidak ada pemerkosaan," ujarnya.
Prof Farida mengatakan, Satgas PPKS dibentuk sebagai wadah inklusif untuk menangani dan mencegah kekerasan seksual di kampus. "Kami diangkat melalui proses panjang, sebagai bentuk komitmen untuk menjadi wadah inklusif, terutama dalam berpihak kepada korban," ujar Prof Farida.(*)
Rizka Fraja (Unhas TV)