UNHAS.TV - Di Indonesia, keramas sering dianggap sebagai rutinitas wajib setiap hari, apalagi dengan iklim tropis yang membuat tubuh cepat berkeringat.
Sebagian orang merasa tidak nyaman jika sehari saja tidak mencuci rambut. Namun, benarkah keramas setiap hari adalah keharusan? Ternyata, jawabannya tidak sesederhana itu.
“Pemakaian sampo sebaiknya disesuaikan dengan kondisi rambut kita. Makin berminyak rambut kita, semakin aman untuk pemakaian sampo setiap hari, dibandingkan rambut yang kering,” jelas Prof. Dr. dr. Anis Irawan Anwar, Sp.D.V.E, Subsp. O.B.K, FINSDV, FAADV, dokter spesialis dermatologi, venereologi, dan estetika, FK Unhas.
Di daerah tropis seperti Indonesia, produksi keringat dan minyak di kulit kepala cenderung lebih tinggi. Rambut berminyak lebih rentan mengalami penumpukan kotoran dan ketombe sehingga wajar jika pemiliknya keramas hampir setiap hari.
Sebaliknya, rambut kering sebaiknya tidak terlalu sering dicuci. Terlalu banyak keramas dapat menghilangkan minyak alami rambut, membuatnya rapuh, kusam, dan mudah patah. Untuk jenis rambut ini, para ahli menyarankan cukup dua hingga tiga kali seminggu.
Menurut American Academy of Dermatology (AAD), frekuensi keramas ideal dipengaruhi oleh tekstur rambut, gaya hidup, dan kondisi kulit kepala.
Rambut tipis dan lurus biasanya lebih cepat berminyak, sehingga perlu dicuci lebih sering. Rambut keriting atau tebal cenderung lebih kering, sehingga bisa lebih jarang dicuci tanpa terlihat lepek.
Kini, banyak sampo berlabel “daily care” yang diformulasikan lebih ringan sehingga aman digunakan setiap hari, khususnya untuk rambut normal atau berminyak. Kandungannya biasanya tidak terlalu keras sehingga tidak membuat kulit kepala kering.
Namun, pemilihan sampo tetap penting. Produk dengan kandungan sulfat tinggi dapat membuat rambut semakin kering.
Sebaliknya, sampo dengan formula lembut atau yang mengandung bahan alami seperti aloe vera, tea tree oil, atau argan oil lebih ramah untuk penggunaan rutin.
“Rata-rata sekarang sampo sudah daily care. Jadi untuk kulit atau rambut normal, pemakaian sampo setiap hari masih wajar,” tambah Prof. Anis.
Tren “No-Poo” dan Alternatif Perawatan
Beberapa tahun terakhir, muncul tren “no-poo” (no shampoo) di kalangan pecinta perawatan alami. Mereka mengganti sampo dengan cuka apel, baking soda, atau bahkan hanya air. Tujuannya, mengurangi paparan bahan kimia sekaligus menjaga minyak alami rambut.
Namun, metode ini tidak selalu cocok bagi semua orang. Menurut publikasi di Journal of Dermatological Treatment (2022), penggunaan pembersih alami memang dapat menurunkan risiko kulit kepala kering, tetapi tidak efektif menghilangkan polusi, debu, dan kotoran yang menempel akibat aktivitas sehari-hari di perkotaan.
Alternatif lain yang populer adalah penggunaan dry shampoo. Produk ini menyerap minyak berlebih di kulit kepala tanpa harus keramas, sehingga rambut tetap segar.
Dry shampoo cocok bagi mereka yang sibuk atau sering bepergian, meski penggunaannya tidak boleh terlalu sering karena bisa menyumbat pori kulit kepala.
Selain jenis rambut, gaya hidup juga berpengaruh. Mereka yang berolahraga rutin atau bekerja di luar ruangan lebih sering berkeringat, sehingga butuh keramas lebih sering dibanding mereka yang banyak beraktivitas di dalam ruangan ber-AC.
Di sisi lain, pemilik rambut diwarnai atau sering terpapar alat styling panas sebaiknya lebih berhati-hati.
Terlalu sering keramas bisa mempercepat kerusakan dan memudarkan warna rambut. Perawatan tambahan seperti kondisioner, masker rambut, atau serum diperlukan agar kelembaban tetap terjaga.
Keramas adalah kebutuhan, tetapi bukan keharusan yang harus dilakukan setiap hari untuk semua orang. Kuncinya ada pada mengenali jenis rambut, memilih sampo yang tepat, dan menyesuaikan dengan gaya hidup.
Rambut berminyak mungkin perlu keramas harian, sementara rambut kering cukup beberapa kali dalam seminggu. Dengan perawatan yang seimbang, rambut bisa tetap sehat, berkilau, dan kuat tanpa harus berlebihan dalam mencucinya.
Seperti kata Prof. Anis, “Yang paling penting adalah kita mengenali kondisi rambut masing-masing. Jangan ikut-ikutan tren, karena apa yang cocok untuk orang lain belum tentu cocok untuk kita.”
(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)