UNHAS.TV - Di tengah sukacita merayakan kebangkitan Kristus, ada satu elemen yang selalu hadir dalam setiap perayaan Paskah, yakni telur.
Baik telur yang direbus, dihias warna-warni, atau model telur yang dibentuk dari cokelat manis. Telur Paskah bukan hanya simbol tradisi, tapi juga sarat dengan makna spiritual dan historis yang mendalam.
Dalam kekristenan, telur melambangkan kehidupan baru dan kebangkitan—sebuah pesan yang sejatinya menjadi inti dari perayaan Paskah itu sendiri.
Simbol ini mengingatkan umat akan kebangkitan Yesus Kristus dari kematian, serta harapan baru yang dibawa dari peristiwa itu.
Makna tersebut disampaikan oleh Uskup Agung Makassar, Mgr Fransiskus Nipa, dalam homilinya saat memimpin Perayaan Ekaristi Hari Raya Paskah di Gereja Katedral Makassar, Minggu (20/4/2025).
“Pada hari Paskah, tidak hanya telur, coklat juga kerap digunakan sebagai simbol, tapi bukan coklat biasa yang digunakan, melainkan coklat berbentuk seperti telur,” ungkap Mgr Fransiskus.
"Ada pesan yang ingin disampaikan, yakni penciptaan baru. Ketika kita merayakan hari raya Paskah, menjadi renungan dalam diri kita: penciptaan baru apa yang terjadi dalam diri saya? Berkat rahmat kebangkitan Kristus," jelasnya.
Telur yang tampak sebagai benda mati, namun sesungguhnya menyimpan kehidupan, menjadi simbol kuat akan harapan, penciptaan baru, dan kehidupan yang bangkit dari kematian.
Simbol ini tak hanya hidup dalam ranah rohani. Sejarah mencatat bahwa jauh sebelum agama Kristen menyebar, berbagai kebudayaan kuno telah menggunakan telur sebagai lambang musim semi, kesuburan, dan pembaruan alam.
Dari situlah kemudian, simbol telur diadaptasi ke dalam perayaan Paskah—menghadirkan semangat sukacita akan hidup yang diperbarui.
Di masa lalu, umat Kristen Ortodoks menghias telur dengan warna merah. Warna ini melambangkan darah Kristus—sebagai pengorbanan, penderitaan, dan kemenangan atas maut.
Penggunaan telur sebagai simbol spiritual sejatinya telah eksis jauh sebelum era Kekristenan. Dalam mitologi Persia dan Mesir Kuno, telur adalah lambang kelahiran alam semesta dan siklus musim semi—sebuah masa ketika kehidupan kembali setelah musim dingin yang panjang.
Ketika Kekristenan menyebar ke wilayah Eropa, simbol telur ini diadaptasi dan diberi makna baru, yakni sebagai lambang kebangkitan Kristus dan harapan baru.
Di abad ke-13, Gereja Katolik Roma secara resmi melarang konsumsi telur selama masa prapaskah (Lent), sehingga ketika Paskah tiba, telur menjadi makanan perayaan yang melimpah—kemudian dihias dan dibagikan.
Seiring waktu, tradisi menghias telur berkembang menjadi lebih meriah dan penuh warna. Warna-warni itu bukan sekadar estetika, melainkan cerminan sukacita umat dalam merayakan peristiwa kebangkitan.
Kini, telur Paskah tak hanya hadir sebagai simbol keagamaan, tetapi juga bagian dari budaya populer yang menyenangkan.
Tradisi seperti Easter Egg Hunt atau berburu telur Paskah menjadi aktivitas seru yang mengajarkan pada anak-anak makna mencari harapan dan kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan dari tempat-tempat yang tak terduga.
Dalam cangkang kecil bernama telur, tersimpan pesan besar tentang harapan, kebangkitan, dan hidup yang tak pernah berhenti bersemi—sebuah pesan yang, setiap Paskah, terus dihidupkan kembali oleh umat di seluruh dunia.
(Agatoni Buttang / UnhasTV)