Opini
Polhum

Tim Komunikasi Prabowo Harus Berguru ke Era SBY

Oleh: Yusran Darmawan*

PAGI itu, ruang redaksi Tempo dikejutkan oleh sebuah paket misterius. Saat dibuka, isinya kepala babi. Publik gempar, tafsir berhamburan, ketegangan membuncah. Dalam situasi semacam ini, kejelasan komunikasi dari pemerintah menjadi krusial. 

Namun, yang muncul justru respons yang tidak terkendali. Hasan Nasbi, Kepala Kantor Komunikasi Presiden, menanggapinya dengan enteng, seolah ini hanyalah insiden sepele.

Blunder komunikasi seperti ini bukan yang pertama. Sebelumnya, ada polemik ormas yang meminta tunjangan hari raya (THR). Isu yang seharusnya ditangani dengan hati-hati justru dijawab dengan komentar asal, tanpa mempertimbangkan dampaknya. 

Begitu pula saat kisruh IHSG, pemerintah malah seolah menantang mereka yang panik, dengan mengatakan semuanya baik-baik saja. Kata-kata yang diharapkan menenangkan justru semakin mengaburkan kepercayaan publik. Respon pemerintah selalu reaktif, terkesan menyepelekan suara kritis warganya.

Di tengah kegaduhan ini, tampak jelas bahwa pemerintahan Prabowo membutuhkan strategi komunikasi yang lebih matang. Dalam politik, ketidakkonsistenan bukan sekadar kelemahan, tetapi tanda bahwa pemerintah kehilangan kendali atas narasi.

Pelajaran dari Era SBY

Sejarah memberi kita contoh komunikasi politik yang lebih tertata. Di era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), komunikasi pemerintah dikelola dengan disiplin. Juru bicara bukan sekadar penyampai pesan, tetapi wajah kepresidenan yang menjaga kredibilitas negara.

Di era ini, pemerintah punya dia jubir terbaik yakni Dino Patti Jalal dan Andi Mallarangeng yang punya kemampuan bicara di atas rata-rata, cepat merespon isu dengan kalimat santun, serta punya kecerdasan intelektual.

Dino Patti Djalal, misalnya, membawa ketenangan dalam diplomasi. Saat isu-isu internasional memanas—konflik perbatasan, hubungan bilateral, ancaman terorisme—ia berbicara dengan perhitungan. Kata-katanya jelas, berbasis data, dan menghindari kontroversi yang tidak perlu.

Di dalam negeri, Andi Mallarangeng, meskipun tak lepas dari kritik, tetap mampu menjaga keselarasan pesan pemerintah. Jika ada krisis, responsnya tidak reaktif, tetapi terukur. Kesalahan ditangani dengan transparan, bukan dengan penghindaran. Kritik tidak serta-merta disangkal, tetapi dikelola menjadi peluang untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperbaiki diri.

Itulah bedanya. Tim komunikasi SBY memahami bahwa kepercayaan publik tidak dibangun dengan membantah atau meremehkan kritik, tetapi dengan keterbukaan dan kejelasan.

Membenahi Tim Komunikasi Prabowo

Pemerintahan Prabowo harus segera berbenah. Pemerintah perlu membuat beberapa perbaikan:

Pertama, struktur tim komunikasi perlu diperjelas. Saat ini, banyak pernyataan keluar tanpa koordinasi. Pejabat berbicara sendiri-sendiri, sering kali dengan narasi yang berbeda. Dalam politik, suara yang tidak sinkron hanya akan memperlihatkan kelemahan. Pemerintah memerlukan mekanisme komunikasi yang solid, di mana setiap pernyataan yang keluar sudah melalui satu garis komando yang jelas.


>> Baca Selanjutnya