Unhas Story

Torehkan 35 Prestasi, Jejak Rizki Ardiansyah Mahasiswa Berprestasi Unhas 2025




Mahasiswa Berprestasi Prodi Hubungan Internasional FISIP Unhas 2025 Rizki Ardiansyah. (dok unhas.tv)


Baru sepekan setelah pulang dari Kamboja, Rizki kembali mencetak prestasi. Ia terpilih sebagai Best Presenter dalam International Consortium 2025 di Unhas. Forum ini mempertemukan akademisi dari puluhan universitas di dalam dan luar negeri.

Rizki membawakan riset tentang integrasi filosofi lokal Pasang Rikajang dari suku Kajang di Bulukumba dengan pembangunan berkelanjutan di Makassar.

“Pasang Rikajang punya tiga prinsip: hidup selaras dengan alam, menjaga keseimbangan, dan menghormati nilai-nilai masyarakat. Itu saya hubungkan dengan data hilangnya 66 persen tutupan pohon di Makassar 2021–2024 akibat pembangunan,” jelasnya.

Presentasi itu mendapat perhatian khusus karena menghadirkan perspektif lokal yang segar. Ia membuka paparannya dengan kutipan arsitek dunia tentang pentingnya kota yang ramah anak. “Mungkin itu yang membuat presentasi saya menonjol,” ujarnya.

Prestasi lain datang tak lama kemudian. Rizki terpilih sebagai Mahasiswa Berprestasi FISIP 2025. Seleksi ini tidak mudah. Ada tiga tahap: tes bahasa Inggris, penilaian capaian unggulan (prestasi), dan presentasi gagasan kreatif.

Dalam gagasan kreatifnya, Rizki mengusulkan program Maca Sain, yang melibatkan komunitas tuli dalam diplomasi budaya maritim. “Saya ingin membuktikan bahwa diplomasi budaya harus inklusif. Semua orang bisa berperan,” katanya.

Baginya, predikat mahasiswa berprestasi bukan sekadar label. “Yang terpenting adalah berdampak bagi orang lain. Bukan hanya untuk personal branding,” ujarnya.

Ia mencontohkan inisiatifnya membuka program mentoring “Grow with Iki” di Instagram. Program ini membantu siswa SMA yang ingin mendaftar kuliah lewat jalur ketua OSIS. Dari 10 mentee yang ia bimbing, tujuh berhasil lolos.

“Itu mungkin kontribusi kecil, tapi sangat bermakna bagi mereka. Bagi saya, itulah esensi mahasiswa berprestasi,” katanya.

Dari Akademisi ke Content Creator

Di sela aktivitas akademik, Rizki juga aktif sebagai content creator. Ia mulai membuat konten sejak SMA pada 2022. Awalnya hanya dokumentasi pribadi, namun kemudian berkembang menjadi medium berbagi pengalaman.

“Kalau ikut forum nasional, saya coba bagikan tips mendaftar. Kalau ikut konferensi internasional, saya jelaskan apa yang saya pelajari. Jadi tidak sekadar dokumentasi, tapi ada manfaat,” ujarnya.

Kontennya berfokus pada pengembangan diri mahasiswa: manajemen waktu, tantangan tiap semester, hingga strategi mengikuti seleksi pertukaran pelajar. Platform utamanya adalah Instagram dan TikTok.

Namun, menjadi content creator tidak selalu mudah. “Yang paling sulit justru konsistensi. Ngumpulin niat untuk rutin bikin konten itu berat. Editing atau naskah bisa diatasi, tapi menjaga semangat itu tantangan,” katanya.

Meski begitu, Rizki menyadari media sosial memberinya panggung lain untuk berbagi. “Banyak yang bilang, sekarang kalau tidak punya personal branding, kesempatan bisa hilang. Tapi bagi saya, lebih penting konten yang berdampak, bukan sekadar viral,” ujarnya.

Dengan segudang prestasi, ke mana langkah Rizki berikutnya? Ia mengaku tetap bercita-cita menjadi diplomat. Namun, ia tidak menutup diri dari bidang lain, seperti riset, kebijakan publik, atau pembangunan berkelanjutan.

“Hubungan internasional itu luas. Saya ingin berkontribusi, entah lewat diplomasi formal atau diplomasi budaya,” katanya.

Filosofi Pasang Rikajang yang ia teliti menjadi semacam metafora untuk jalannya sendiri. “Bagaimana hidup selaras dengan lingkungan, menjaga keseimbangan, dan bermanfaat untuk orang lain,” katanya.

Dalam pandangannya, mahasiswa Indonesia sebaiknya lebih banyak ikut forum internasional. “Bukan soal jalan-jalan, tapi membangun jejaring, melatih bahasa, dan membuka wawasan. Kalau hanya belajar di kelas, kita akan tertinggal,” ujarnya.

Dari Palu ke Makassar, lalu ke panggung ASEAN di Kamboja, perjalanan Rizki Ardiansyah adalah kisah tentang keberanian melangkah keluar dari zona nyaman.

Ia bukan hanya mahasiswa dengan segudang piagam, tapi juga contoh bagaimana generasi muda bisa memadukan prestasi akademik, riset berbasis budaya lokal, hingga peran sebagai content creator.

“Jangan cepat puas,” begitu prinsipnya. Sebab, bagi Rizki, prestasi bukanlah garis akhir, melainkan pijakan untuk melangkah lebih jauh. (*)