Unhas Figure

Jamaluddin Jompa Membawa Unhas untuk Merengkuh Nasional dan Global

Siang itu, sinar matahari menembus lembut jendela kaca Ballroom Hotel Unhas, Selasa, 8 April 2025. Aroma kopi dan lantunan salawat mengiringi langkah para dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan yang datang bersalaman dalam suasana Halalbihalal Civitas Academica Universitas Hasanuddin. 

Sebelum ceramah dari Ustaz Das’ad Latif, Rektor Unhas, Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, M.Sc., berdiri di podium. Dengan senyum lebar dan suara yang bersahabat, Prof. JJ—begitu ia kerap disapa—memulai sambutannya, bukan hanya dengan ucapan selamat Idulfitri, tapi dengan rangkaian capaian dan arah masa depan kampus merah. 

BACA: Jamaluddin Jompa, Kemudi Unhas dan Kepemimpinan Maritim

“Unhas hari ini bukan lagi hanya kampus Makassar,” ujarnya membuka. “Tapi telah menjadi bagian dari percaturan akademik dunia.”

Ucapan itu bukan sekadar jargon. Dalam pemeringkatan QS World University Rankings 2025 by Subject, Unhas menembus jajaran 500 besar dunia untuk bidang Agriculture & Forestry. Satu-satunya kampus di luar Jawa yang meraih posisi ini. 


Di saat banyak perguruan tinggi lain puas dengan medali perak, Unhas justru pulang dengan Gold Medal dari ajang SNI Award 2024. “Capaian ini menjadi bukti bahwa kerja keras kolektif kita selama ini telah mendapat pengakuan,” kata Jamaluddin disambut tepuk tangan.

Namun capaian tersebut bukan garis akhir. Justru sebaliknya, menjadi awal dari lompatan baru. Salah satu yang paling strategis adalah kehadiran Kampus Unhas Jakarta. Bukan sekadar cabang administratif, melainkan simpul jejaring akademik, riset, dan diplomasi ilmu pengetahuan.

“Meskipun kita tahu sekarang sudah ada IKN, tetapi Jakarta akan tetap jadi kota metropolitan,” ujar Prof. JJ. “Unhas berdiri sejajar dengan kampus besar lain yang sudah lebih dulu menapak Jakarta.”


Langkah lain yang tak kalah penting adalah membangun kemandirian ekonomi. Unhas telah mendirikan Badan Usaha Milik Universitas (BUMU) untuk mengelola aset dan hilirisasi hasil riset.

Tak lagi semata mengandalkan anggaran negara, kini kampus merah menghasilkan produk nyata: dari Jagung Jago UH yang telah bermitra dengan 10 perusahaan benih, Allope—produk peternakan yang masuk pasar e-commerce, hingga Drone Pertanian yang dikembangkan untuk membantu penaburan benih di sawah.

BACA: Jamaluddin Jompa, Anak Laut yang Kembali ke Samudra Ilmu

“Unhas tidak ingin riset hanya berhenti di menara gading,” tegas Prof JJ. “Kita ingin hasil riset menyentuh semua lapisan masyarakat.”

Bahkan, di sektor farmasi, Unhas memproduksi Biobetes dan Biodetox—produk kesehatan hasil kerja sama dengan mitra industri, yang kini tengah memasuki tahap akhir sertifikasi BPOM dan diproduksi hingga 20 ribu botol per bulan.


Untuk memperkuat ekosistem ekonomi kampus, Unhas juga mendirikan Bank Unhas, lembaga keuangan internal yang tak hanya beroperasi secara fungsional, tetapi juga menjadi laboratorium pembelajaran bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis. “Ini adalah ruang praktik nyata,” kata Prof. JJ.

Unhas juga semakin mantap dalam membangun jejaring global. Saat ini, kampus telah menjalin kemitraan internasional dengan lebih dari 440 institusi dari 30 negara. Bentuk kolaborasinya bervariasi: riset bersama, pertukaran mahasiswa dan dosen, hingga pengembangan kelas internasional. Posisi Unhas sebagai kampus dari Indonesia Timur yang terhubung dengan dunia kian nyata.

Kolaborasi itu salah satunya tergambar dalam program Partnership for Australia-Indonesia Research (PAIR) Sulawesi. Dalam konsorsium ini, Unhas menjadi anchor institution bersama sejumlah universitas top dari Indonesia dan Australia. 

Fokus program ini adalah isu strategis seperti perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, dan kebijakan berbasis sains untuk wilayah Sulawesi. “Melalui PAIR, kita tak hanya meneliti, tapi juga ikut memengaruhi arah pembangunan berbasis pengetahuan,” ujar Prof. JJ.

Kutipan sejarawan Yuval Noah Harari terasa relevan dengan gerak Unhas hari ini: "Universities should not only transfer information, but also cultivate wisdom." Unhas tampaknya sedang berupaya melakukan keduanya—menghasilkan pengetahuan, sekaligus mengolahnya menjadi kebijakan, produk, dan kebijaksanaan sosial.

Internasionalisasi itu tak mungkin dicapai tanpa kesiapan sumber daya manusia. Maka, Unhas menyediakan kursus bahasa Inggris gratis untuk mahasiswa, dosen, dan tendik. Tahun ini, sebanyak 2.000 akun disiapkan untuk memperluas kompetensi global sivitas akademika.


Di sisi kemahasiswaan, prestasi pun terus mengalir. Sepanjang 2024, mahasiswa Unhas meraih 599 penghargaan: terdiri dari 34 tingkat internasional, 402 nasional, dan 163 tingkat provinsi/wilayah. Untuk mendorong semangat itu, kampus mengalokasikan dana reward mandiri sebesar Rp344,8 juta bagi 556 mahasiswa berprestasi dari 15 fakultas. “Kami tidak ingin mahasiswa hanya pintar di ruang kuliah,” ujar Prof. JJ. “Tapi juga aktif, kreatif, dan mampu bersaing di berbagai ajang.”

Unhas juga memperhatikan kesejahteraan warganya. Program kesehatan seperti pemeriksaan lanjutan Pokja Obesitas telah membantu 51 persen peserta menurunkan berat badan. Dari target 3.355 SDM kampus, lebih dari 90 persen telah mengikuti medical check-up.

Sambutan Prof. JJ ditutup dengan ajakan penuh keyakinan: memperkuat kolaborasi dan inovasi, agar Unhas tak sekadar tumbuh menjadi kampus besar, tetapi juga kampus yang bermanfaat luas.

BACA: Kisah Pemberian Gelar Doktor Unhas untuk Bung Karno

Tepuk tangan panjang pun mengiringi langkahnya turun dari podium. Tapi gema sambutan itu tidak berhenti di aula. Di luar ruangan, semangat transformasi terasa nyata—menjalar dari ruang kelas, laboratorium, hingga ke ladang jagung dan lembar kerja kebijakan.

Dari timur Indonesia, Universitas Hasanuddin menatap masa depan dengan percaya diri. Ia berdiri kokoh di atas akar budaya Sulawesi, sekaligus melangkah pasti ke panggung global.

Universitas Hasanuddin menatap masa depan dengan keteguhan yang bersumber dari ilmu, kebudayaan, dan keberanian untuk bergerak. Sebagaimana dikatakan filsuf Antonio Gramsci: “Pessimism of the intellect, optimism of the will.” Dalam realitas yang keras, Unhas memilih tetap berharap—dan bertindak.