Ekonomi

Trump Mengancam, Negara Anggota BRICS Kalem

Ancaman Trump


MAKASSAR, UNHAS.TV- Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, sekali lagi memperingatkan negara-negara anggota BRICS terkait upaya mengganti dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia. Trump mengancam akan memberlakukan tarif 100% jika BRICS meninggalkan dolar.

Menurut laporan Fox Business (31/1)  bahwa dalam sebuah pernyataan yang diposting di platform media sosial miliknya, Truth Social, pada Kamis, Trump menegaskan: “Kami meminta negara-negara yang terlihat bermusuhan ini untuk tidak menciptakan mata uang baru BRICS atau mendukung mata uang lain sebagai pengganti dolar AS yang kuat. Jika tidak, mereka akan menghadapi tarif 100%.”

Sebelum itu, Trump juga telah memperingatkan negara-negara anggota BRICS melalui media sosial miliknya. Dia menyatakan bahwa jika mereka menggunakan mata uang lain sebagai pengganti dolar, dia akan mengambil tindakan tegas. Presiden AS itu menulis: “Kami membutuhkan komitmen dari negara-negara ini untuk tidak menciptakan mata uang baru di BRICS atau menggunakan mata uang lain sebagai pengganti dolar AS yang kuat. Jika tidak, mereka akan menghadapi tarif 100% dan harus bersiap mengucapkan selamat tinggal pada penjualan di ekonomi AS yang luar biasa. Mereka bisa pergi dan mencari orang bodoh lainnya. Tidak ada peluang bagi BRICS untuk menemukan pengganti dolar AS dalam perdagangan internasional, dan setiap negara yang mencobanya harus siap mengucapkan selamat tinggal pada Amerika.”

Tentang BRICS

BRICS adalah organisasi antarpemerintahan yang namanya diambil dari singkatan lima negara anggota utamanya: Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan. Organisasi ini didirikan pada tahun 2006. Rusia memegang kepemimpinan BRICS mulai 1 Januari 2024.

Selain lima anggota pendiri, BRICS kini juga telah menerima keanggotaan baru, termasuk Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.

KTT ke-16 BRICS digelar pada 22-24 Oktober di Kazan, Rusia, dengan dihadiri oleh para pemimpin negara anggota.

Sekitar 25% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) global berasal dari negara-negara anggota BRICS.

Ancaman Trump dan Dampaknya

Ancaman Trump ini kembali menyoroti upaya BRICS untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam transaksi global. Namun, ancaman tarif 100% justru menunjukkan betapa AS merasa terancam oleh upaya de-dolarisasi yang digaungkan oleh BRICS dan sekutunya.

BRICS, yang kini semakin diperkuat dengan keanggotaan baru, terus berupaya menciptakan sistem keuangan alternatif yang dapat mengurangi dominasi dolar AS. Langkah ini dinilai sebagai upaya untuk menciptakan keseimbangan baru dalam tatanan ekonomi global.

Sementara itu, ancaman Trump justru dapat memicu percepatan upaya de-dolarisasi, tidak hanya oleh BRICS, tetapi juga oleh negara-negara lain yang merasa dirugikan oleh kebijakan AS.

BRICS: Ancaman Terhadap Dollar? (Credit: Geo Political Economy)
BRICS: Ancaman Terhadap Dollar? (Credit: Geo Political Economy)


Reaksi Rusia terhadap Ancaman Trump

Rusia menyebut ancaman terbaru Donald Trump, Presiden Amerika Serikat, mengenai pemberlakuan tarif tinggi terhadap negara-negara anggota BRICS sebagai sesuatu yang berulang. Kremlin menegaskan bahwa organisasi ini tidak memiliki rencana untuk menciptakan mata uang bersama.

Dmitry Peskov, Juru Bicara Kremlin, pada Jumat 1 Februari, menyatakan bahwa BRICS tidak sedang berupaya menciptakan mata uang bersama. Sebaliknya, fokus utama organisasi ini adalah menciptakan “platform baru untuk investasi bersama yang memungkinkan investasi bersama di negara ketiga, investasi timbal balik, dan sebagainya.”

Dengan nada sarkastik, Peskov meminta “para ahli Amerika” untuk menjelaskan agenda BRICS “secara lebih detail” kepada Trump.

Reaksi New Delhi terhadap Ancaman Trump

India, sebagai salah satu anggota BRICS, berusaha meminimalkan ancaman terbaru Trump mengenai pemberlakuan tarif 100%.

Randhir Jaiswal, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri India, pada 1 Februari) menanggapi pernyataan Presiden AS dengan menyatakan bahwa BRICS mengambil keputusan melalui “konsensus.” Namun, dia menekankan bahwa New Delhi tidak memiliki kebijakan “de-dolarisasi” dalam transaksi mereka.

Akibat sanksi Barat terhadap Moskow, India dalam beberapa tahun terakhir telah menggunakan berbagai mata uang untuk membeli minyak dari Rusia.

Pesan di Balik Uang BRICS

Pada bulan Oktober 2024, sebuah gambar uang kertas dengan logo BRICS di tangan Vladimir Putin, Presiden Rusia, dalam pertemuan organisasi ini di Kazan menarik perhatian media.

Masoud Pezeshkian, Presiden Pemerintah Republik Islam Iran, dalam pertemuan tersebut menyebut bahwa dunia mengenal BRICS sebagai upaya untuk mengurangi kekuatan dolar dan meningkatkan transaksi dengan mata uang nasional.

Ancaman Trump terhadap BRICS menunjukkan kekhawatiran AS terhadap upaya de-dolarisasi yang digaungkan oleh kelompok ini. Namun, respons Rusia dan India yang cenderung mengecilkan ancaman tersebut mengindikasikan bahwa BRICS tetap berkomitmen pada agenda ekonominya tanpa terpancing oleh tekanan AS.

Ke depan, langkah BRICS dalam mengurangi ketergantungan pada dolar AS akan terus menjadi sorotan, terutama dengan bergabungnya enam negara baru yang dapat memperkuat posisi organisasi ini di kancah global.

Beberapa analis dan ekonom berkomentar bahwa ancaman Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terhadap BRICS dan negara-negara yang menggunakan mata uang selain dolar dalam perdagangan internasional, telah menyingkap kelemahan utama Amerika. Ancaman ini justru mempercepat proses de-dolarisasi, baik secara terang-terangan maupun tersembunyi.

Ancaman dan pengakuan Trump tidak hanya memperlihatkan kelemahan Amerika di mata dunia, tetapi juga menandai berakhirnya era ekonomi bebas. Meskipun ekonomi bebas tidak pernah sepenuhnya terwujud seperti dalam teori, pernyataan Trump dan penerapan tarif terhadap Kanada telah secara resmi mengakhiri konsep tersebut. Majalah The Economist menegaskan bahwa tarif yang diterapkan justru merugikan ekonomi Amerika, alih-alih membangkitkan kembali sektor produksi. Kebijakan tarif Trump dinilai akan membuat dunia dan Amerika sendiri semakin miskin.

Dampak Ancaman Trump

Ancaman Trump mungkin memaksa beberapa negara untuk mundur secara taktis dalam waktu singkat. Namun, karena ancaman tersebut telah menyingkap kelemahan utama Amerika, dunia justru semakin termotivasi untuk mengurangi ketergantungan pada dolar. Negara-negara BRICS dan kekuatan global lainnya akan mempercepat de-dolarisasi secara terbuka, sementara negara-negara yang lebih lemah akan melakukannya secara diam-diam.

Ancaman Trump terhadap mata uang BRICS dan negara-negara yang menggunakan mata uang non-dolar menunjukkan bahwa langkah BRICS dan Uni Eropa dalam menciptakan sistem pembayaran alternatif adalah tepat. Negara-negara yang bergabung dalam perjanjian moneter bilateral dan multilateral telah memilih jalan yang benar.

Rancangan Simbol Mata Uang BRICS. (Foto:Istimewa)
Rancangan Simbol Mata Uang BRICS, Melawan Dominasi Dollar. (Foto:Istimewa)


Ancaman Trump Pukulan Telak Terhadap Dolar

Ancaman dan tindakan Trump dalam memberlakukan tarif 100% terhadap negara-negara yang menggunakan mata uang non-dolar justru mempercepat proses de-dolarisasi dan menjadi pukulan telak bagi dolar. Mingguan  Eqtesad dalam editorial edisi ke-77 yang terbit pekan ini menulis: “Dolar tidak hanya berfungsi sebagai mata uang global yang tak terhindarkan dalam perdagangan internasional, tetapi juga telah menjadi alat sanksi dengan dimensi strategis. Melihat ke depan, sistem keuangan baru seperti BRICS dan perjanjian moneter bilateral dapat menjadi solusi untuk mengurangi dominasi dolar.”

Penandatanganan perjanjian moneter, seperti kesepakatan antara Iran dan Rusia tahun ini, adalah contoh nyata dari teknis kebijakan moneter untuk mengimplementasikan pendekatan ini. Menariknya, Duta Besar India untuk Rusia juga menyatakan bahwa prospek penerimaan kartu Mir Rusia dalam jaringan pembayaran India “sangat positif.”

Perjanjian moneter tidak hanya mengembangkan hubungan perdagangan internasional, tetapi juga menghubungkan sistem pesan antar bank dan menciptakan sistem pembayaran bersama. Langkah-langkah ini membuka jalan bagi terciptanya struktur keuangan independen yang tidak hanya melindungi negara-negara anggota dari fluktuasi dolar, tetapi juga memperkuat integrasi ekonomi dan memanfaatkan potensi regional.

Pada tingkat makro, de-dolarisasi juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi tekanan inflasi dan mengontrol nilai tukar. Penggunaan mata uang nasional dalam transaksi perdagangan dapat menciptakan keseimbangan di pasar valuta asing dan meminimalkan ketergantungan pada mata uang asing.(*)