Pendidikan

Unhas dan NTU Singapura Kolaborasi Kunci Selami Misteri Sesar Matano

Perwakilan Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Nanyang Technological University (NTU) Singapura berfoto bersama usai peresmian Konsorsium Riset Internasional ke-25 Unhas. Kolaborasi ini bertujuan untuk memantau pergerakan Sesar Matano di Sulawesi secara real-time menggunakan teknologi GNSS, yang mendukung penguatan status Unhas sebagai World Class Research University. Perwakilan Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Nanyang Technological University (NTU) Singapura berfoto bersama usai peresmian Konsorsium Riset Internasional ke-25 Unhas. Kolaborasi ini bertujuan untuk memantau pergerakan Sesar Matano di Sulawesi secara real-time menggunakan teknologi GNSS, yang mendukung penguatan status Unhas sebagai World Class Research University.

MAKASSAR,UNHAS.TV – Upaya Universitas Hasanuddin (Unhas) untuk memantapkan diri sebagai World Class Research University kembali membuahkan hasil signifikan. Pada Senin, 1 Desember 2025, di Gedung Rektorat Unhas, institusi ini resmi menjalin Konsorsium Riset Internasional ke-25 dengan universitas kelas dunia dari Asia: Nanyang Technological University (NTU) Singapura.

Kolaborasi strategis ini berfokus pada bidang geodesi dan tektonik aktif, dengan misi krusial memonitor secara real-time pergerakan salah satu patahan regional paling aktif di Pulau Sulawesi: Sesar Matano.

Membuka Rahasia Sesar Matano

Sulawesi dikenal sebagai laboratorium tektonik alam, dan Sesar Matano merupakan bagian integral dari sistem Sesar Palu–Koro–Matano yang sangat berpengaruh terhadap dinamika geologi di pulau tersebut. Konsorsium ini akan melibatkan Departemen Geofisika dan Teknik Geologi UNHAS, bersinergi dengan tim ahli dari Earth Observatory of Singapore (EOS) NTU.

Pertemuan penting tersebut dipimpin oleh Prof. Dr. Eng. Ir. Adi Maulana, Wakil Rektor Bidang Kemitraan, Inovasi, Kewirausahaan dan Bisnis UNHAS, dan dihadiri langsung oleh Ass. Prof. Feng Lujia (Principal Investigator EOS) dari NTU.

Inti dari riset ini adalah pemanfaatan teknologi canggih, yakni Low-Cost Global Navigation Satellite System (GNSS). Instrumen ini akan dipasang untuk merekam pergerakan kerak bumi secara kontinu. Tujuannya ganda:

  1. Mengidentifikasi Creep Section: Bagian sesar yang bergerak perlahan tanpa memicu gempa besar.
  2. Memetakan Locked Section: Bagian sesar yang "terkunci" dan berpotensi mengumpulkan energi elastik dalam jumlah besar, yang di masa depan dapat dilepaskan sebagai gempa bumi kuat.

Identifikasi dua zona ini sangat vital untuk memahami seismic gap—segmen sesar yang paling berisiko menjadi sumber gempa besar akibat akumulasi tekanan tektonik.

Landasan Mitigasi Bencana Jangka Panjang

Bagi Prof. Adi Maulana, seorang pakar geologi, penelitian ini lebih dari sekadar temuan ilmiah; ini adalah langkah konkret menuju keselamatan masyarakat.

"Penelitian ilmiah ini diharapkan mampu memberikan gambaran lebih komprehensif mengenai potensi kegempaan di wilayah Sulawesi, terutama pada daerah-daerah yang selama ini minim instrumen pemantauan," jelas Prof. Adi.

Sistem pemantauan GNSS berbiaya rendah yang akan dipasang tidak hanya fokus pada deformasi tektonik. Potensinya mencakup pengembangan sistem mitigasi kebencanaan jangka panjang. Hasil riset ini nantinya dapat diperluas untuk analisis risiko geologi lainnya yang berhubungan dengan pergerakan kerak bumi, seperti potensi gerakan tanah dan dampaknya terhadap infrastruktur.

Memperkuat Jejaring Riset Global

Konsorsium dengan NTU ini, yang juga didukung oleh Badan Informasi Geografis (BIG) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menempatkan Unhas pada garis terdepan riset geosains regional. Pencapaian 25 Konsorsium Riset Internasional, menyusul peresmian Unhas-Stanford Centre sebulan sebelumnya, menegaskan komitmen UNHAS dalam memperluas jejaring internasionalnya.

Prof. Adi Maulana menyambut baik sinergi ini, berharap kolaborasi dengan institusi kelas dunia seperti NTU dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman tektonik Indonesia Timur. Lebih dari itu, kerja sama ini diimpikan menjadi awal dari kolaborasi jangka panjang yang membawa dampak nyata, tidak hanya bagi pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi juga bagi keselamatan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan di kawasan rawan gempa, mengimplementasikan konsep "kampus berdampak".(*)