UNHAS.TV - Kasus bullying atau perundungan akhir-akhir ini kembali mencuat dan terjadi di berbagai sekolah di Indonesia. Perundungan memberikan dampak yang buruk, terhadap korban. Tak hanya fisik, tapi juga mental.
Nah, bagaimanakah peran undang-undang perlindungan anak menjadi rujukan akan kasus perundungan tersebut?
Bullying atau perundungan merupakan tindakan yang mengganggu, mengusik secara terus menerus atau bahkan menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun psikis. Perundungan juga memberikan dampak yang buruk terhadap tumbuh kembang anak.
Perundungan juga dapat berbentuk berupa kekerasan verbal, sosial atau fisik secara berulang ulang dan dari waktu ke waktu. Bullying juga dikenal sebagai tindakan kekerasan, tidak hanya kepada anak di sekolah, namun banyak juga kepada remaja hingga orang dewasa.
Ketua Departemen Hukum Masyarakat Dan Pembangunan Fakultas Hukum Unhas, Dr Andi Tenri Famauri Rifai SH MH kepada unhas.tv, 30 Maret 2024 mengatakan, dampak yang terjadi kepada korban begitu mengganggu secara psikis atau mental.
"Tak hanya korban, pelaku pun bisa terdampak akibatnya. Seperti memicu timbulnya gangguan emosi, gangguan tidur anak, hingga menjadi masalah kesehatan mental yang berujung pada gagalnya fokus untuk belajar dan penurunan prestasi," ujarnya.
Berdasarkan pada undang-undang perlindungan anak di Indonesia sendiri, jelas Andi Tenri, tindakan bullying termasuk sebagai tindak pidana. Tentunya anak yang menjadi pelaku dapat dipidanakan jika dilaporkan, tepatnya pada pasal 76c UU 35 Tahun 2014.
"UU perlindungan anak sudah mengatur tentang bullying, dulu dikategorikan sebagai kenakalan anak remaja, tapi sekarang sudah masuk ranah pidana, sudah diatur dalam KUHP dan UU perlindungan anak," jelas Andi Tenri.
Lebih jauh, Andi Tenri menegaskan bahwa perlu upaya preventif internal dan eksternal yang terus menerus dilakukan, agar perundungan bisa dikurangi.
"Tindakan preventif bisa dilakukan mulai dari diri sendiri, sekolah, maupun peran orangtua dan orang sekitar anak tersebut. Hal ini bertujuan agar anak dapat terus diedukasi terkait dampak buruk dari tindakan bullying yang dilakukan," jelasnya.
"Bisa dilakukan dari dua sisi dari sekolah dan dari siswa itu sendiri, internal maupun eksternal. Karena bullying itu termasuk tindak pidana, sehingga siswa takut untuk melakukan bullying. Juga bisa menanamkan nilai-nilai pancasila," lanjut Andi Tenri.
Sejatinya sesama manusia tentu tidak menyenangkan jika saling menyakiti. Perlunya menerapkan sikap-sikap antikekerasan menjadi penting untuk mewujudkan generasi Indonesia hebat. (*)
Aminah Rahma Ahmad/AM Syafrizal