MAKASSAR, UNHAS.TV - Tak bisa dipungkiri, ada cukup banyak bahasa-bahasa daerah yang sudah punah atau terancam punah. Tercatat oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco), sekitar 700 bahasa daerah mengalami risiko kepunahan.
Bahkan 11 di antaranya sudah menjadi “almarhum”. Bahasa adalah jati diri bangsa, oleh sebab itu harus dilestarikan dan dijaga. Lantas seberapa besar risiko kepunahan bahasa derah yang dihadapi Indonesia?
Belum lama ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengumumkan kepunahan 11 bahasa daerah di Indonesia. Banyak di antarannya berasal dari Papua dan Maluku, seperti Tandia, Mawes, Kajeli, Piru, Moksela, Palumata, Ternateno, Hukumina, Hoti, Serua, dan Nila. Tak hanya itu, ada pula 19 bahasa daerah dengan kondisi terancam punah.
Dosen Sastra Daerah Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr. Firman Saleh S.S., S.Pd M.Hum mengatakan, Unesco mencatat lebih dari 2.000 bahasa daerah di Indonesia, 700 bahasa di antaranya terancam punah. Di Sulawesi Selatan, Firman mengkategorikan menjadi 3 bagian yakni terancam punah, kritis dan yang susah punah.
Hingga saat ini, bahasa Bugis Makassar dan Toraja menjadi bahasa daerah yang eksistensinya masih aman dan terus digunakan, namun dia mengungkapkan bahwa ada beberapa sub dialek Makassar yang terancam punah. Bahasa daerah tetap ada, namun penutur bahasanya meninggalkan bahasa mereka sendiri.
“Faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah faktor gengsi dan sebagian orang menganggap bahasa daerah merupakan bahasa yang sudah ketinggalan zaman, khusunya dari kalangan genarasi zaman sekarang,” ungkap Firman kepada Unhas TV.
>> Baca Selanjutnya