Lingkungan

Alarm Krisis Mikroplastik di Laut : Antara Krisis Global dan Solusi Lokal



Laut Bukan Tempat Sampah! Dibalik keindahan laut, ada ancaman besar—plastik dan mikroplastik yang mengancam kehidupan laut. Saatnya kita bertindak! Kurangi penggunaan plastik sekali pakai dan jaga kelestarian lautan kita. #SaveOurOceans #StopPlasticPollution #ProtectMarineLife. Credit: James Thew / Alamy Stock Photo
Laut Bukan Tempat Sampah! Dibalik keindahan laut, ada ancaman besar—plastik dan mikroplastik yang mengancam kehidupan laut. Saatnya kita bertindak! Kurangi penggunaan plastik sekali pakai dan jaga kelestarian lautan kita. #SaveOurOceans #StopPlasticPollution #ProtectMarineLife. Credit: James Thew / Alamy Stock Photo


Salah satu inovasi yang mulai dikembangkan adalah konversi plastik menjadi bahan bakar melalui teknologi yang ramah lingkungan. Teknologi ini memungkinkan sampah plastik yang sulit didaur ulang diubah menjadi sumber energi yang lebih bermanfaat. Beberapa metode yang digunakan antara lain:

1. Pirolisis

o Plastik dipanaskan dalam kondisi tanpa oksigen, menghasilkan minyak pirolisis, yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan bakar.

2. Gasifikasi

o Plastik diubah menjadi syngas (gas sintesis) yang dapat digunakan sebagai pembangkit listrik atau bahan bakar industri.

3. Hydrothermal Liquefaction (HTL)

o Plastik diproses dengan air superkritis bertekanan tinggi untuk menghasilkan bahan bakar cair dalam waktu singkat.

Metode ini lebih bersih dibandingkan pembakaran langsung plastik, karena mengurangi emisi berbahaya yang mencemari udara.

Penerapan teknologi ini di Bank Sampah dapat membawa dampak besar bagi lingkungan dan ekonomi masyarakat. Selain mengurangi jumlah sampah plastik yang berakhir di TPA atau laut, konversi plastik menjadi bahan bakar juga:

Membuka peluang baru dalam sektor energi.

Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Meningkatkan nilai ekonomi sampah plastik.

Menjadikan Bank Sampah sebagai pusat inovasi energi berbasis ekonomi sirkular.

Jika diterapkan secara luas, metode ini berpotensi mendukung transisi energi hijau, mengubah plastik dari ancaman lingkungan menjadi sumber daya energi yang berkelanjutan.

Meski berbagai kebijakan pengurangan plastik telah dicanangkan, efektivitasnya masih perlu dipertanyakan. Banyak negara, termasuk Indonesia, telah melarang penggunaan plastik sekali pakai, namun tanpa pengawasan ketat dan sistem insentif yang kuat, kebijakan ini sulit memberikan dampak signifikan.

Diperlukan regulasi yang lebih progresif, seperti:

Peningkatan riset dampak mikroplastik pada ekosistem laut dan kesehatan manusia.

Penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) agar industri bertanggung jawab atas limbah plastik yang mereka hasilkan.

Penguatan sistem daur ulang berbasis ekonomi sirkular.

Edukasi masyarakat tentang pengelolaan limbah plastik melalui Bank Sampah dan program berbasis komunitas.

Karena pencemaran mikroplastik adalah masalah global, diperlukan kerjasama lintas negara dalam mengatasinya. Kesepakatan internasional yang lebih kuat harus diterapkan untuk membatasi produksi plastik dan meningkatkan kapasitas daur ulang di negara berkembang.

Jika kita ingin melihat perubahan nyata dalam krisis plastik global, pendekatan berbasis solusi seperti ini harus segera diadopsi secara luas. Tidak cukup hanya dengan mengurangi penggunaan plastik atau meningkatkan daur ulang konvensional—kita juga perlu mencari cara inovatif untuk mengubah sampah menjadi sumber daya yang bernilai.

Teknologi konversi plastik menjadi bahan bakar adalah langkah maju yang dapat membawa dampak besar jika diterapkan secara masif. Saatnya kita melihat sampah plastik bukan hanya sebagai masalah, tetapi sebagai peluang untuk membangun masa depan yang lebih bersih, sehat, dan mandiri secara energi.


*Penulis adalah 
Leader TRG, Aquatic Ecotoxicology, Universitas Hasanuddin.