MAKASSAR, UNHAS.TV - Dosen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas Dr Husain Abdullah, mengatakan bahwa Hayat Tahrir Al Sham, pimpinan Abu Mohammed Al Jolani, dulunya adalah Jabhat Al Nusra.
Mereka mengganti nama gerakan mereka. “Keberhasilannya menumbangkan rezim Bashar Al Assad, kemudian menguasai Damaskus belum tentu jadi jaminan keamanan dan stabilitas bagi negara tersebut termasuk kawasan Timur Tengah,” jelas pakar kajian Timur Tengah ini.
Ia menambahkan bahwa keruntuhan ekonomi dan kurangnya hubungan luar negeri yang memadai adalah dua alasan utama runtuhnya pemerintahan Bashar al-Assad. Sejak tahun 2020 Suriah dalam kondisi hampir mengalami keruntuhan ekonomi.
Pengangguran dan kemiskinan meningkat tajam, dengan 80 persen rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Masalah kedua yang memainkan peran penting dalam kemunduran pasukan yang mendukung pemerintahan Assad adalah masalah hubungan dengan dunia luar. Secara khusus, peran Rusia sangat berpengaruh dalam membentuk rasa putus asa para pendukung Bashar Al Assad.
Sementara itu Ayatollah Abbas Kaabi, seorang politisi dan juga anggota dari Majelis Ahli Iran ( مجلس خبرگان رهبری ), menyebutkan empat alasan di balik jatuhnya pemerintah Suriah sebagaimana dilansir di hawzah News. Ulama itu menggambarkan bahwa negara dan militer semakin melemah pada saat yang sama mereka sudah lelah dan kurang bersemanagat lagi. Itu alasan utama menurut Kaabi.
Lemahnya tekad dan tidak adanya rencana operasional untuk melawan pasukan oposisi bersenjata dan kelalaian terhadap tipu daya strategis oleh AS dan sekutu regionalnya, yang telah melakukan perubahan strategi yang lebih soft dengan cara kompromi dan negosiasi daripada konfrontasi secara terbuka adalah alasan kedua yang disebutkan oleh Kaabi.
Catatan ketiga Kaabi adalah pemerintah Suriah gagal mengindahkan peringatan Pemimpin Revolusi Islam bahwa kekuatan Barat dan sekutu regional mereka bermaksud untuk menggulingkan sistem politik Suriah melalui cara lain selain perang. Suriah kemudian dikucilkan dari pergaulan dan kerjasama di Timur Tengah.
Catatan keempat Kaabi alasan kekalahan besar bagi pemerintahan Bashar al-Assad adalah bermula dari ketergantungan yang salah pada janji-janji kosong dari Barat dan para pengikut mereka di kawasan.
Kaabi mengutip mendiang pemimpin Hizbullah Lebanon,
Seyyed Hassan Nasrallah, yang menyatakan bahwa Suriah telah memberikan dukungan
bagi Lebanon dalam perang tahun 2006, yang akhirnya menyebabkan kekalahan rezim
Israel.
“Sayangnya, setelah Operasi Al-Aqsa, pemerintah dan
militer Suriah yang sudah lelah menyerah pada ancaman, bujukan, dan perang
psikologis, memilih kompromi daripada perlawanan. Jika mereka memilih jalan
perlawanan, mereka tidak akan dikalahkan,” katanya.
“Kekalahan ini tidak boleh secara keliru dilihat
sebagai kekalahan bagi gerakan perlawanan atau Republik Islam Iran,” kata ulama
tersebut, yang menyatakan bahwa perlawanan telah menyusup jauh di dalam hati
bangsa-bangsa dan bahwa jatuhnya pemerintah Suriah dapat diubah menjadi peluang
untuk meningkatkan perlawanan.
“Sayangnya, sentimen anti-Iran, kehadiran kelompok
ekstremis dan radikal di antara pihak oposisi, dan rencana musuh terhadap garis
depan perlawanan (Al-Muqawamah) dan Iran telah menciptakan kesalahpahaman yang
pahit. Namun, melalui dialog yang serius, jujur, dan strategis dengan para
pendukung perlawanan (Muqawamah) yang rasional di antara para penguasa baru,
dan dengan mediasi kelompok-kelompok seperti Hamas, Ikhwanul Muslimin, dan
negara-negara regional tertentu, kerangka kerja baru dapat diusulkan untuk
memastikan kepentingan abadi rakyat Suriah, perlawanan Islam, dan keamanan
regional,” paparnya.
Ia memperingatkan mereka yang berkuasa di Suriah untuk
mengambil pelajaran dari jatuhnya pemerintahan Mohammad Morsi di Mesir, dengan
mencatat bahwa ia menaruh kepercayaan pada "janji-janji palsu dan kosong
dari AS dan Barat.
"Mereka yang sekarang berkuasa di panggung baru
Suriah harus memperhatikan peringatan ini dengan serius: jangan pernah percaya
pada AS, Barat, atau Zionis. Tidak satu pun dari janji-janji mereka akan
terpenuhi. Apabila ini tidak mendapat perhatian serius halini dapat menyebabkan
pengulangan kudeta yang didukung Amerika atau bahkan fragmentasi Suriah,"tandas Kaabi.
Kaabi mencatat bahwa sangat penting untuk
memperhatikan urusan umat Islam, memupuk persatuan umat Islam, menghindari
ekstremisme agama dan takfir, serta menyelesaikan kesalahpahaman untuk membuka
babak baru kerja sama Islam melalui pembentukan koalisi.
“Republik Islam secara konsisten menyambut setiap
inisiatif atau mekanisme yang mempromosikan keamanan, stabilitas, kemajuan,
keadilan, martabat, dan kepentingan Umat Islam,” katanya, seraya menekankan,
“Persatuan Islam adalah strategi yang memberi kehidupan, bukan taktik yang
cepat berlalu.”
Ulama itu
juga menyoroti perlunya perlawanan terhadap rezim zionis, dukungan komprehensif
bagi rakyat Palestina dan Gaza, upaya bersama untuk memerangi Islamofobia, dan
pembelaan hak asasi manusia.(*)