UNHAS.TV - Masalah stunting tidak hanya berdampak pada pertumbuhan fisik anak, tetapi juga memiliki konsekuensi jangka panjang terhadap kesehatan mereka saat dewasa.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami stunting berisiko lebih tinggi mengalami berbagai penyakit kronis seperti obesitas, diabetes, dan hipertensi.
Menurut dosen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin (FKM Unhas), Dr Abdul Salam SKM MKes, salah satu penyebab utama dari dampak jangka panjang ini adalah proses adaptasi tubuh yang terjadi ketika anak kekurangan gizi dalam waktu lama.
“Ketika anak mengalami stunting sejak dalam kandungan atau usia bayi, tubuhnya akan menyesuaikan diri dengan kondisi kekurangan zat gizi. Terjadi yang disebut 'irit metabolisme',” ujar Abdul Salam saat ditemui di ruang kerjanya.
Ia menjelaskan bahwa irit metabolisme adalah kondisi di mana tubuh menjadi sangat hemat dalam menggunakan energi. Adaptasi ini terjadi sebagai bentuk pertahanan terhadap kelaparan yang dialami sejak dini.
“Efeknya, saat dewasa, sedikit makan saja bisa menimbulkan obesitas dan penyakit kronis lainnya. Tubuh menyimpan energi secara berlebihan karena dari awal terbiasa kekurangan,” tambahnya.
Fenomena ini dijelaskan secara ilmiah melalui hipotesis Barker atau dikenal juga dengan Developmental Origins of Health and Disease (DOHaD).
Hipotesis ini menyatakan bahwa berbagai penyakit kronis yang muncul di usia dewasa bisa berakar dari kekurangan gizi atau stres biologis yang terjadi sejak dalam kandungan atau awal kehidupan.
Selain obesitas, salah satu risiko lain yang mengancam adalah diabetes tipe 2. Abdul Salam menyebut bahwa kekurangan gizi juga bisa berdampak pada pembentukan organ-organ penting, termasuk pankreas yang merupakan organ penghasil insulin.
“Kalau dari awal kekurangan gizi, organ-organ penting bisa terganggu termasuk produksi insulin. Nanti pas dewasa, saat tubuh butuh insulin lebih banyak, dia tidak cukup memproduksinya. Di situlah risiko diabetes makin besar,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa masa awal kehidupan, khususnya 1000 hari pertama sejak kehamilan hingga anak berusia dua tahun, merupakan periode emas yang menentukan masa depan kesehatan seseorang. Kerusakan yang terjadi dalam fase ini bisa bersifat menetap dan tidak dapat dipulihkan.
Meskipun pemerintah telah menargetkan penurunan angka stunting menjadi di bawah 14% pada tahun-tahun mendatang, kesadaran masyarakat akan dampak jangka panjang stunting dinilai masih minim.
Upaya pencegahan pun tidak cukup hanya dengan pemberian makanan tambahan di usia sekolah, tetapi harus dimulai sejak masa kehamilan.
“Pencegahan stunting bukan sekadar tentang anak tumbuh tinggi, tapi tentang menjamin masa depan kesehatannya. Kalau kita ingin generasi sehat dan produktif, maka gizi sejak dini harus dijaga,” pungkasnya.
(Rahma Humairah / Unhas.TV)