News

Aries Yasin Raih Gelar Doktor, Teliti Relasi Kekuasaan dalam Agribisnis Bawang Merah di Enrekang

undefined

MAKASSAR, UNHAS.TV — Muhammad Aries Yasin, aparatur sipil negara (ASN) Pemerintah Kabupaten Enrekang, resmi meraih gelar doktor dari Program Studi Pembangunan, Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

Dia berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul Analisis Wacana dalam Relasi Aktor Agribisnis Pertanian Bawang Merah di Kabupaten Enrekang.

Ujian promosi doktor berlangsung di Kampus Universitas Hasanuddin, Jumat (24/10/2025). Saat ujian promosi, hadir sejumlah keluarga serta kolega Aries Yasin.

Dalam disertasinya, Aries meneliti relasi kekuasaan dan produksi wacana di balik aktivitas agribisnis bawang merah di Kabupaten Enrekang, yang merupakan salah satu sentra hortikultura terbesar di Sulawesi Selatan.

Ia menggunakan analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk, untuk memahami bagaimana hubungan antara pemerintah daerah, kelompok tani, pengusaha, lembaga keuangan, perguruan tinggi, dan LSM membentuk arah kebijakan dan kesejahteraan petani.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengembangan agribisnis bawang merah di Enrekang dipengaruhi sebesar 89 persen oleh relasi antaraktor, sedangkan 11 persen lainnya oleh faktor eksternal.

Dalam analisisnya, alumnus program sarjana di Fakultas Peternakan Unhas ini menemukan bahwa keberhasilan agribisnis tidak semata ditentukan oleh teknologi dan produktivitas, tetapi juga oleh dinamika kekuasaan dan interaksi sosial di antara para pelaku.

“Para aktor ini bukan hanya pelaku ekonomi, tetapi juga produsen wacana dan pembentuk relasi sosial,” tulis Aries dalam kesimpulannya. Ia menjelaskan bahwa pemerintah sering membangun wacana efisiensi dan produktivitas untuk melegitimasi kinerja pembangunan, sementara pedagang menonjolkan stabilitas pasokan dan keuntungan.


Di sisi lain, petani berupaya menegosiasikan wacana keadilan harga dan akses terhadap sumber daya, namun posisi tawarnya masih lemah di hadapan struktur pasar dan kebijakan yang timpang.

Kebijakan Harus Berbasis Relasi dan Partisipasi

Dari temuannya, Aries merekomendasikan agar kebijakan pertanian ke depan lebih partisipatif dan berbasis relasi aktor, bukan hanya berorientasi pada produksi.

Pemerintah daerah, menurutnya, perlu memperkuat kelembagaan lokal dan membentuk forum multi-stakeholder yang deliberatif, agar kebijakan pertanian benar-benar merefleksikan kepentingan bersama antara petani, pedagang, lembaga keuangan, akademisi, dan sektor swasta.

Ia juga menekankan pentingnya transparansi harga dan akses pembiayaan inklusif, agar petani tidak terus bergantung pada aktor dominan. Selain itu, penguatan kelembagaan ekonomi kolektif, seperti koperasi modern dan Badan Usaha Milik Petani (BUMP), dinilai sangat penting untuk meningkatkan posisi tawar petani dalam rantai nilai agribisnis.

Aries menjelaskan, agribisnis bawang merah tidak bisa lagi dipandang hanya sebagai urusan teknis pertanian, melainkan sebagai proses sosial-politik yang melibatkan distribusi kuasa, produksi wacana, dan pertarungan kepentingan antaraktor.

Oleh karena itu, kebijakan pertanian harus berorientasi pada keadilan sosial dan keberlanjutan ekonomi daerah, agar pertumbuhan di sektor pertanian benar-benar inklusif dan berpihak pada petani kecil.

“Jika kebijakan distribusi hasil dibuat lebih adil, peningkatan pendapatan petani akan berdampak langsung pada penurunan kemiskinan pedesaan,” tulisnya.

Ia menambahkan, dengan tata kelola yang baik, pertumbuhan ekonomi daerah dapat berlangsung lebih berkeadilan dan berkelanjutan, memberi manfaat bagi semua pihak, terutama masyarakat kecil di pedesaan.