MAKASSAR, UNHAS.TV - Vaping, yang sering dipasarkan sebagai pilihan yang lebih aman dibandingkan merokok, telah melonjak popularitasnya sejak diperkenalkan pada awal 2000-an.
Rokok elektronik (e-cigarette) ini dirancang untuk membantu perokok berhenti dengan menghantarkan nikotin tanpa pembakaran tembakau. Namun, bukti ilmiah yang semakin bertambah dan kasus nyata menunjukkan bahwa vaping mungkin menimbulkan bahaya yang unik dan, dalam beberapa aspek, lebih besar daripada merokok rokok tradisional.
Koktail Kimia dalam Vaping: Racun Tersembunyi
Meskipun rokok menghasilkan campuran mematikan lebih dari 7.000 bahan kimia, termasuk 70 karsinogen yang diketahui, vaping tidak bebas dari zat berbahaya. Aerosol rokok elektronik mengandung nikotin, perasa, propilen glikol, gliserin nabati, dan bahan kimia lain yang, saat dipanaskan, dapat membentuk senyawa beracun.
Sebuah penelitian dari Johns Hopkins University pada tahun 2021 mengidentifikasi ribuan bahan kimia dalam produk vape, termasuk kafein, pestisida, dan dua perasa yang terkait dengan efek toksik dan iritasi saluran pernapasan. Khususnya, diasetil, bahan kimia yang terkait dengan penyakit paru-paru parah, ditemukan dalam beberapa cairan vape dan aman untuk dikonsumsi tetapi berbahaya saat dihirup.
Penelitian tahun 2025 menyoroti tingkat tinggi logam berat seperti timbal, nikel, dan kromium dalam vape nikotin populer, dengan seorang peneliti menduga adanya kerusakan peralatan karena konsentrasi yang sangat tinggi.
Logam-logam ini, yang dihirup langsung ke paru-paru, terkait dengan peningkatan risiko kerusakan paru-paru, kanker, dan penyakit jantung. Sebaliknya, meskipun asap rokok juga mengandung logam berat, paparan harian dari vaping dapat melebihi paparan dari merokok 20 bungkus rokok, menurut studi UC Davis.
Referensi Ilmiah: Goniewicz, M. L., et al. (2021). "Chemical Composition of Electronic Cigarette Aerosol." Chemical Research in Toxicology. Penelitian ini menemukan bahwa aerosol rokok elektronik mengandung zat berpotensi berbahaya seperti logam berat dan senyawa organik volatil pada tingkat yang bervariasi namun dapat melebihi asap rokok dalam kondisi tertentu.
Risiko Kardiovaskular dan Neurologis
Dampak langsung vaping pada sistem kardiovaskular mungkin lebih parah daripada merokok dalam beberapa konteks. Studi tahun 2019 dari University Hospitals menemukan bahwa pengguna rokok elektronik mengalami peningkatan kadar kolesterol LDL dan penurunan aliran darah jantung dibandingkan perokok rokok, bahkan saat istirahat.
Ini menunjukkan bahwa vaping mungkin menimbulkan risiko lebih besar bagi kesehatan jantung bagi beberapa pengguna, terutama mereka dengan kondisi yang sudah ada.
Studi lain yang didanai oleh National Institutes of Health (NIH) pada tahun 2022 menunjukkan bahwa vaping, bahkan dengan cairan bebas nikotin, secara signifikan mengurangi aliran darah ke organ dan meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, berkontribusi pada stres kardiovaskular.
Penelitian baru juga menghubungkan vaping dengan risiko neurologis, termasuk demensia. Studi tahun 2025 dari Manchester Metropolitan University menyarankan bahwa paparan bahan kimia dari vaping dapat berkontribusi pada penurunan kognitif, suatu kekhawatiran yang kurang umum terkait dengan merokok tradisional.
Meskipun merokok adalah faktor risiko yang mapan untuk penyakit jantung dan stroke, profil kimia unik vaping dapat mempercepat risiko ini dengan cara baru.
Referensi Ilmiah: Qasim, H., et al. (2019). "E-Cigarette Use and Cardiovascular Risk Factors." Journal of the American Heart Association. Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan rokok elektronik meningkatkan kolesterol LDL dan mengganggu fungsi vaskular koroner lebih dari merokok rokok dalam skenario tertentu.(*)
BERSAMBUNG: