News
Sosial

Calon Relawan Pusdis Unhas Dalami Materi Ableisme dan Sikap Inklusif, Apakah Itu?

MAKASSAR, UNHAS.TV – Universitas Hasanuddin melalui Pusat Disabilitas (Pusdis) memberikan pembekalan intensif bagi 228 calon relawan dalam tahap mentoring batch ketiga mulai Minggu (14/9/2025).

Salah satu materi utama yang diangkat dalam kegiatan ini adalah tentang ableisme, sebuah cara pandang yang kerap menempatkan penyandang disabilitas (difabel) sebagai kelompok yang tidak setara dengan non-difabel.

Mentoring berlangsung di Aula Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu Pendidikan (LP2MP) Unhas. Tahap ini menjadi langkah awal sebelum para peserta mengikuti masa pelatihan lebih lanjut untuk dipersiapkan sebagai relawan penuh.

Dalam pemaparan materi, para calon relawan diperkenalkan dengan konsep ableisme yang masih sering terjadi di masyarakat.

Pandangan ini mengutamakan orang tanpa disabilitas, sementara difabel dianggap tidak memiliki kemampuan yang sama dalam berbagai aspek kehidupan.

“Contoh sederhananya adalah ketika difabel hanya dilihat dari sisi medis atau keterbatasan fisik, bukan sebagai individu yang punya hak dan kapasitas untuk berpartisipasi secara setara,” jelas narasumber dalam sesi materi.

Dengan bekal ini, para relawan diajak memahami bahwa difabel bukanlah “orang berbeda” yang harus dipisahkan, melainkan bagian utuh dari masyarakat.

Sikap inklusif, empati, dan kesadaran untuk menolak pandangan diskriminatif menjadi modal utama dalam membangun lingkungan kampus yang ramah bagi semua.

Mekanisme Pendampingan

Koordinator Pendampingan Pusdis Unhas, Agum Trianto Gunawan SM MM menjelaskan bahwa mentoring tidak hanya berupa teori, tetapi juga berbagi pengalaman dari relawan yang lebih dahulu terjun mendampingi mahasiswa difabel.

“Tahun ini pendaftarnya sekitar 500 orang, namun hanya 228 yang lolos. Dalam mentoring, kami sampaikan mekanisme pendampingan, mulai dari pendampingan mobilitas, komunikasi, hingga pendampingan belajar. Sharing session ini penting agar calon relawan mendapat gambaran nyata,” ungkap Agum.


Koordinator Pendampingan Pusdis Unhas, Agum Trianto Gunawan SM MM. (dok unhas.tv)


Ia menambahkan, sesi berbagi pengalaman menjadi ruang refleksi dan pembelajaran. Relawan senior menyampaikan praktik terbaik, sedangkan mahasiswa difabel memberikan perspektif langsung terkait kebutuhan dan tantangan yang mereka hadapi di kampus.

Ketua Relawan Teman Difabel, Andi El Syechilah Angelfath Ambarani, menekankan bahwa relawan tidak hanya hadir membantu secara teknis, tetapi juga membangun kedekatan emosional dengan mahasiswa difabel.

“Dalam mentoring ini, setiap kelompok calon relawan akan didampingi mahasiswa difabel sesuai ragam disabilitas, misalnya difabel netra, tuli, atau ragam lainnya," kata Andi Syechillah.

"Harapannya, apa yang mereka dapatkan dari sharing session bisa langsung diimplementasikan, lalu dipraktikkan konsisten selama masa training,” jelasnya.

Menurut Andi, pembekalan seperti ini memastikan relawan tidak sekadar tahu teori, tetapi juga memiliki pengalaman langsung dalam berinteraksi dengan difabel. Empati, kesabaran, dan sikap inklusif diharapkan menjadi dasar pengabdian mereka.

Melalui mentoring batch ketiga ini, Pusdis Unhas menegaskan komitmennya untuk memperkuat peran relawan sebagai ujung tombak pelayanan inklusi di kampus.

Bekal mengenai bahaya ableisme diharapkan mampu membentuk pola pikir baru bahwa difabel adalah bagian integral dari civitas akademika yang memiliki potensi besar.

Dengan semakin banyak relawan yang memahami prinsip kesetaraan dan inklusivitas, Universitas Hasanuddin optimistis dapat mewujudkan Kampus Merah sebagai lingkungan pendidikan tinggi yang lebih ramah difabel.

(Venny Septiani Semuel / Unhas.TV)