MAKASSAR, UNHAS.TV - Di tengah upaya perdamaian antara Rusia dan Ukraina yang dimediasi Presiden Amerika Serikat, ketegangan justru kian meningkat.
Eskalasi ini dipicu oleh kabar potensi serangan Rusia ke kawasan Eropa serta meningkatnya kesiagaan Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Situasi memanas bermula dari penolakan Rusia terhadap rencana penerimaan keanggotaan NATO bagi negara Ukraina.
Moskow menegaskan, salah satu syarat utama dalam kesepakatan damai dengan Kyiv adalah pembatalan tawaran keanggotaan tersebut.
Rusia menilai perluasan NATO ke wilayah Ukraina sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya. Ketegangan semakin terasa setelah sejumlah insiden keamanan terjadi.
Drone Rusia dilaporkan memasuki wilayah udara Rumania dan Polandia, sementara jet militer Rusia juga terdeteksi melanggar wilayah udara Estonia. Kondisi ini membuat NATO berada dalam status siaga tinggi.
Dugaan memanasnya hubungan Rusia dan NATO turut diperkuat oleh pernyataan Presiden Rusia, Vladimir Putin, yang menyebut Moskow siap berperang apabila Eropa memulai konflik terlebih dahulu.
Menanggapi situasi tersebut, Dosen Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas), Drs HM Imran Hanafi MA MEc, menilai ketegangan antara Rusia dan NATO tidak dapat dilepaskan dari konflik Rusia dan Ukraina yang hingga kini belum menemukan titik akhir.
Ia menjelaskan, dalam kajian hubungan internasional, konflik, perang, diplomasi, dan negosiasi merupakan proses yang kerap berjalan secara bersamaan. Menurutnya, Amerika Serikat menjadi salah satu aktor paling aktif dalam mendorong proses mediasi.
Namun demikian, efektivitas negosiasi sangat bergantung pada sejauh mana kesepakatan yang dicapai mampu menyentuh persoalan-persoalan substantif yang menjadi kepentingan utama masing-masing pihak.
“Jika persoalan substantif itu dapat diselesaikan, ketegangan akan menurun. Sebaliknya, apabila tuntutan dan kepentingan para pihak tidak terpenuhi, hal tersebut justru berpotensi memicu konflik yang lebih besar dan meluas,” ujar Imran.
Ia juga menyoroti dinamika terbaru yang menunjukkan adanya keinginan Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, untuk menghentikan perang.
Menurutnya, hal tersebut tidak terlepas dari kondisi Ukraina sebagai negara yang relatif lebih kecil dan telah mengalami kelelahan akibat konflik berkepanjangan.
“Sebagai negara kecil, Ukraina tentu sudah mengalami kelelahan. Namun, berlanjutnya perlawanan tidak bisa dilepaskan dari dukungan Uni Eropa dan Amerika Serikat yang selama ini memberikan sokongan politik dan militer,” jelasnya.
Lebih lanjut, Imran menegaskan bahwa keputusan Ukraina untuk menghentikan atau melanjutkan perang sangat dipengaruhi oleh sikap negara-negara pendukungnya.
Tanpa persetujuan politik dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, kecil kemungkinan Ukraina dapat menentukan arah konflik secara mandiri.
“Jika Amerika dan Uni Eropa mendorong penghentian perang, maka konflik itu akan berhenti. Namun, apabila dukungan untuk terus melawan tetap diberikan, perang akan terus berlanjut,” katanya.
Imran menilai konflik Rusia dan Ukraina tidak semata-mata menyangkut kepentingan nasional Ukraina, melainkan juga berkaitan erat dengan kepentingan strategis Uni Eropa dan Amerika Serikat. Salah satu pemicu utama konflik tersebut adalah rencana Ukraina untuk bergabung dengan NATO.
“Keanggotaan Ukraina di NATO dipandang Rusia sebagai ancaman langsung. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan utama Rusia melakukan serangan terhadap Ukraina,” ungkapnya.
Terkait kemungkinan terjadinya perang terbuka antara NATO dan Rusia, Imran mengingatkan dampaknya akan sangat luas, tidak hanya pada aspek politik dan keamanan, tetapi juga terhadap perekonomian global.
“Jika perang antara NATO dan Rusia benar-benar terjadi, dampaknya akan sangat besar, mulai dari ekonomi, politik, hingga meningkatnya ketegangan di berbagai kawasan dunia,” pungkasnya.
(Achmad Ghiffary M / Yuzril Reynaldy Tandi / Unhas TV)
Dosen Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas), Drs HM Imran Hanafi MA MEc (baju biru) saat tampil dalam siniar Unhas Speak Up di studio Unhas TV. (dok unhas tv/paramita)






-300x165.webp)

