Opini

Dari Seram ke Jerman: La Ode Wuna dan Dinamika Identitas Migran



Pemandangan di Pulau Seram

Geger menyoroti bagaimana mitos ini membentuk relasi antara pendatang dan penduduk asli. “Legenda ini bukan hanya cerita rakyat, tetapi juga menjadi alat politik identitas,” ujar Geger Riyanto. 

Di satu sisi, orang Buton melihat La Ode Wuna sebagai bukti bahwa mereka bukan sekadar pendatang, melainkan bagian dari sejarah Seram sejak dahulu. Di sisi lain, masyarakat Seram melihat mitos ini sebagai cara pendatang untuk menegaskan eksistensi mereka di wilayah yang secara sosial dan politik dikuasai oleh kelompok pribumi​.

Masihkah Relevan di Masa Kini?

Di era modern yang ditandai dengan digitalisasi dan perubahan sosial yang pesat, apakah mitos seperti La Ode Wuna masih memiliki tempat?

Bagi masyarakat Buton di perantauan, kisah ini tetap menjadi penanda identitas. La Ode Wuna merepresentasikan lebih dari sekadar leluhur, tetapi juga harapan akan pengakuan. “Mitos seperti ini tidak hanya mencerminkan masa lalu, tetapi juga membentuk harapan akan perubahan sosial,” kata Geger.

Namun, bagi generasi muda Seram, relevansi mitos ini mulai mengalami pergeseran. Beberapa pemuda di desa-desa di Seram bahkan mengaku belum pernah mendengar nama La Ode Wuna.

Mereka lebih akrab dengan narasi sejarah modern yang lebih berorientasi pada pendidikan formal dan dokumentasi tertulis. Meski begitu, di komunitas-komunitas yang masih menjaga tradisi lisan, kisah La Ode Wuna tetap bertahan sebagai bagian dari sejarah sosial yang tak tertulis.

Masyarakat Seram sendiri memiliki pandangan yang beragam terhadap mitos La Ode Wuna. Bagi mereka yang masih memegang erat sistem sosial adat, kisah ini dianggap sebagai bagian dari sejarah yang sah dan mencerminkan hubungan lama antara masyarakat Seram dan Buton. Namun, ada juga yang melihatnya sebagai sekadar cerita yang dibuat-buat oleh pendatang untuk mengukuhkan posisi mereka.

“Ada yang percaya, ada juga yang skeptis,” kata seorang tokoh adat di Seram yang diwawancarai Geger dalam risetnya. “Tapi kami tahu, orang Buton ada di sini sejak lama, dan mereka bagian dari sejarah kami. Mau pakai nama La Ode Wuna atau tidak, mereka sudah menjadi bagian dari masyarakat Seram.”

Di sisi lain, sebagian masyarakat Seram yang memiliki pandangan lebih pragmatis melihat mitos ini dengan cara yang berbeda. “Kami tidak terlalu memikirkan cerita itu benar atau tidak,” ujar seorang pemuda di Seram. “Yang penting adalah bagaimana kita bisa hidup bersama dengan baik.”

Penghargaan di Jerman dan Relevansi Global

Disertasi Geger Riyanto mendapatkan penghargaan dari Ruprecht-Karls-Universität Heidelberg, Jerman, karena menawarkan perspektif baru dalam kajian antropologi, terutama dalam memahami bagaimana kesalahpahaman (productive misunderstanding) dapat menjadi alat yang membentuk hubungan sosial yang kompleks antara penduduk asli dan pendatang​.

Eropa saat ini tengah menghadapi tantangan besar terkait gelombang pengungsi dari Timur Tengah, Afrika, dan Asia. Negara-negara seperti Jerman, Prancis, dan Italia mengalami ketegangan sosial akibat masuknya jutaan pengungsi yang sering kali dianggap sebagai "orang luar" yang mengancam stabilitas sosial dan ekonomi.


>> Baca Selanjutnya