News

Dekan FKM Unhas Bicara Lansia SMART di Tengah Penuaan Penduduk

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Prof. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH., Ph.D. (kanan), bersama host dan narasumber dalam Talk Show Televisi bertema “Mewujudkan Lansia SMART di Era Aging Population” di Studio Fajar TV, Makassar, Senin (22/12/2025). Dalam acara yang diselenggarakan atas undangan BKKBN Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan tersebut, Prof. Sukri Palutturi memaparkan perspektif akademik tentang pentingnya pendekatan healthy ageing dan peran layanan berbasis komunitas dalam membangun lansia yang sehat, mandiri, dan berdaya. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Prof. Sukri Palutturi, SKM, M.Kes., MSc.PH., Ph.D. (kanan), bersama host dan narasumber dalam Talk Show Televisi bertema “Mewujudkan Lansia SMART di Era Aging Population” di Studio Fajar TV, Makassar, Senin (22/12/2025). Dalam acara yang diselenggarakan atas undangan BKKBN Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan tersebut, Prof. Sukri Palutturi memaparkan perspektif akademik tentang pentingnya pendekatan healthy ageing dan peran layanan berbasis komunitas dalam membangun lansia yang sehat, mandiri, dan berdaya.

MAKASSAR, UNHAS.TV- Di sebuah studio televisi di Makassar, diskusi tentang masa depan Indonesia yang menua mengalir tanpa jargon berlebihan. Senin pagi, 22 Desember 2025, di Studio Fajar TV, sebuah talk show bertajuk “Mewujudkan Lansia SMART di Era Aging Population” menghadirkan perspektif akademik yang lugas, sekaligus mengusik kesadaran publik tentang kesiapan bangsa menghadapi penuaan penduduk.

Acara yang digelar atas undangan resmi Badan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (BKKBN) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan itu menghadirkan Prof. Sukri Palutturi—Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin—sebagai narasumber utama. Diskusi berlangsung sejak pukul 10.00 WITA, menyasar satu isu kunci: bagaimana Indonesia merawat martabat lansia di era aging population.

Menurut Prof. Sukri Palutturi, Indonesia secara demografis telah melangkah masuk ke fase masyarakat menua. Jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat, sementara kesiapan sistem kesehatan, sosial, dan lingkungan belum sepenuhnya menyusul perubahan itu. “Tantangannya bukan sekadar bertambahnya usia harapan hidup,” ujarnya, “tetapi bagaimana memperpanjang usia sehat agar lansia tetap mandiri dan bermartabat.”

Ia menekankan pendekatan healthy ageing sebagai fondasi utama. Penuaan, kata dia, tidak boleh dimaknai sebagai fase ketergantungan total. Di titik inilah konsep Lansia SMART menemukan relevansinya. Lansia, menurut Prof. Sukri, semestinya dipandang sebagai subjek pembangunan—sehat secara fisik dan mental, mandiri dalam aktivitas sehari-hari, aktif secara sosial, serta adaptif terhadap perkembangan teknologi.

Pandangan itu membawa diskusi ke level yang lebih praktis. Prof. Sukri menilai layanan kesehatan primer dan berbasis komunitas memegang peran sentral. Puskesmas, kader kesehatan, keluarga, hingga lingkungan sekitar harus membentuk ekosistem pendampingan berkelanjutan. “Layanan berbasis komunitas adalah kunci agar lansia tetap sehat dan berdaya di usia lanjut,” katanya.

Di ujung diskusi, ia menyoroti peran strategis perguruan tinggi. Kampus, menurutnya, tak cukup hanya memproduksi konsep dan istilah. Tugas akademisi adalah memastikan gagasan Lansia SMART diterjemahkan menjadi program berbasis bukti—terukur, dapat diintegrasikan, dan direplikasi dalam kebijakan serta program BKKBN.

Talk show di Studio Fajar TV itu mungkin hanya berlangsung satu pagi. Namun, pesan yang dibawa Prof. Sukri Palutturi melampaui layar kaca. Di tengah laju penuaan penduduk, pertanyaan sesungguhnya bukan lagi apakah Indonesia siap, melainkan seberapa cepat pengetahuan, kebijakan, dan praktik bisa berjalan seiring—agar usia panjang tetap sejalan dengan kualitas hidup.(*)