Kisah Idrus Paturusi bisa dibaca di biografi berjudul Dokter di Medan Lara yang ditulis Sili Suli. Pada biografi setebal 353 halaman terdapat banyak cerita tentang seseorang yang hidupnya bergejolak, lalu memilih hidup sebagai relawan bencana yang berpindah-pindah mengikuti nurani kemanusiaan.
Idrus menggambarkan dirinya sebagai anak muda yang nakal. Namun, jika ditelaah lagi, kenakalan hanya manifestasi dari energi besar yang ada pada diri seorang anak. Orang-orang besar selalu menjalani masa kecil yang penuh gejolak, selalu berhadapan dengan masalah, sehingga ketika dewasa berani mengambil keputusan-keputusan berani.
Ketika dia memberontak, dia sedang menyalurkan energinya yang tidak tertampung di satu arena sosial. Namun saat dirinya menemukan fokus dan tahu apa yang hendak dituju, dia akan mengejar apa yang diimpikan tersebut.
Saat para dokter lain memilih hidup nyaman sebgai dokter di rumah-rumah sakit besar, dia membuat beberapa keputusan berani, yakni menjadi dokter di berbagai bencana. Dia menjadi setitik embun di tengah tangis dan pedih korban bencana.
Bahkan belum lama dinyatakan sembuh dari Covid-19, dia sudah sibuk dan menerjunkan dirinya dalam misi kemanusiaan. Dia ikut dalam berbagai pertemuan, merumuskan strategi mengatasi pandemi, ikut menemani lara para dokter yang berjibaku untuk menyelamatkan banyak orang.
Satu kutipannya yang menjadi kompas kehidupan adalah: “Sabar itu pahit. Jujur itu pahit, dan ikhlas itu sangat pahit, namun semua yang pahit menyembuhkan segala macam penyakit."