Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin akan menggelar halalbihalal dan temu alumni. Di antara ribuan alumni, ada satu sosok yang tengah menjabat sebagai Walikota Makassar. Dia, Munafri Arifuddin, angkatan 1993.
Munafri pernah memulai langkahnya seperti mahasiswa lainnya—duduk di bangku kuliah, meniti hari-hari dengan tugas, dan menjalani kehidupan kampus yang penuh dinamika.
Tapi siapa sangka, dari ruang-ruang kuliah Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), ia membangun pondasi awal menuju karier sebagai pengusaha dan kini pemimpin kota.
“Saya masuk Fakultas Hukum Unhas tahun 1993, dan sejak semester dua saya sudah membiayai kuliah sendiri,” kenang Munafri dalam perbincangan santai bersama Unhas TV.
Kala itu, radio menjadi dunia yang memikat banyak anak muda. Ia pun bekerja sebagai penyiar di sebuah stasiun radio remaja, sebuah pekerjaan yang memberinya penghasilan, jaringan, dan pelajaran penting tentang manajemen waktu.
Kampus: Ruang Belajar dan Ruang Bertumbuh
Bagi Munafri, dunia kampus bukan hanya ruang untuk mengejar IPK. Di sinilah ia membangun koneksi lintas angkatan, lintas fakultas, yang kemudian terbukti menjadi aset penting dalam perjalanan hidupnya. “Yang paling penting dari kuliah bukan cuma menyelesaikan mata kuliah, tapi membangun link. Karena itu akan sangat berguna nanti,” ujarnya.
Ia merasakan betul transisi dari dunia sekolah yang penuh aturan ke dunia kampus yang lebih bebas. Kebebasan itulah yang menjadi latihan awal baginya dalam menentukan prioritas dan membuat keputusan, terutama saat harus memilih antara jadwal kuliah dan jadwal siaran.
Tak jarang ia harus melewatkan kelas, bahkan ujian. Tapi menurutnya, dari situlah pelajaran hidup datang: belajar mengelola waktu, bertanggung jawab atas pilihan, dan memahami arti kegagalan untuk bisa tumbuh.
Memilih Jalan Wirausaha
Setelah lulus sebagai sarjana hukum, Munafri tidak memilih jalur konvensional sebagai pegawai negeri atau karyawan korporat. Ia sudah lebih dulu nyaman di dunia kerja dan memilih melanjutkan usaha kecil-kecilannya. “Saya tidak pernah terbayang jadi ASN. Lima enam tahun sudah bebas, masa harus kembali terikat jam kantor,” katanya sambil tertawa.
Ia membangun usahanya sendiri, dengan dasar pengalaman dan jaringan yang telah terbentuk sejak masa kuliah. Dunia wirausaha membentuknya sebagai pribadi yang mandiri, adaptif, dan terbuka pada perubahan.
Dari Dunia Usaha ke Dunia Politik
Langkah Munafri ke dunia politik datang sebagai kelanjutan dari keterlibatannya dalam urusan sosial dan publik. Ia pernah tiga kali bertarung di pemilihan wali kota, dan pada percobaan ketiganya, ia sukses meraih mandat masyarakat.
Bagi Munafri, politik dan bisnis bisa berjalan beriringan, selama seseorang mampu menjaga integritas dan keseimbangan. “Di kampus itu tempat pelatihan. Pelatihan hidup, pelatihan berpikir, pelatihan memilih. Semua itu nanti akan kita bawa ke dunia nyata,” tegasnya.
Ia menolak untuk menjadikan satu tokoh sebagai panutan. Baginya, inspirasi datang dari banyak arah. “Saya tidak punya patron tunggal. Tapi saya banyak mengamati orang-orang yang punya kemiripan jalan dengan saya. Saya belajar dari mereka semua,” katanya.
Kembali ke Kampus: Rumah Lama, Semangat Baru
Kini, ketika kembali ke Unhas sebagai tokoh publik, Munafri membawa kisah yang dimulai dari ruang-ruang kelas Fakultas Hukum. Ia adalah bukti bahwa kampus tidak hanya mencetak pekerja, tapi juga mencetak pemimpin—asal mahasiswanya mau menyerap lebih dari sekadar teori.
“Kuliah itu awal langkah kita menuju masa depan,” ujarnya. “Kalau bisa dijalani dengan baik, maka ke depan akan lebih mudah kita jalani.”
Dari suara di radio hingga suara kebijakan di Balai Kota, Munafri Arifuddin meniti jalannya dengan tekun dan tenang. Jejaknya adalah pesan bagi generasi muda: mimpi itu tidak datang tiba-tiba, tapi dibangun sejak langkah-langkah kecil di masa kuliah.