Unhas Figure

Di Era Prof. Jamaluddin Jompa, Riset Unhas Kian Mendunia

UNHAS.TVSenin pagi, 7 Juli 2025, halaman Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) di Tamalanrea seolah bergetar oleh langkah sejarah. Di gedung eks Fakultas Teknik, pita merah dilepas, tirai tersingkap, dan sebuah papan nama berkilau menyapa dunia: ASEAN-China Centre of Excellence in Metallurgy and Marine Resource.

Bagi sebagian orang, peresmian pusat riset mungkin hanya dianggap seremoni biasa. Tetapi bagi Prof. Dr. Jamaluddin Jompa, MSc, atau yang akrab disapa Prof. JJ, momen ini adalah pernyataan arah.

BACA: Jejak Prof. Jamaluddin Jompa di Panggung Ilmuwan Dunia

Ia menandai babak baru bahwa universitas yang lahir di ujung timur Indonesia tidak boleh hanya menjadi penonton dalam percaturan global, melainkan harus hadir sebagai aktor yang menentukan.

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI, Prof. Stella Christie, menyebut langkah ini strategis. “Unhas sangat strategis karena fokus bidangnya maritim dan metalurgi. Ini bukan hanya soal riset lokal, tetapi juga menyangkut ekonomi nasional bahkan internasional.”

Pernyataan itu sekaligus mengafirmasi visi besar Prof. JJ: Unhas tidak boleh puas menjadi jago kandang.

“Universitas yang hanya sibuk di dalam negeri, apalagi hanya di wilayahnya sendiri, akan tertinggal. Kita harus hadir di forum dunia, agar ilmu pengetahuan yang kita hasilkan tidak hanya membesarkan Unhas, tapi juga memberi makna global,” katanya.

Melampaui Batas, Menyulam Jejaring

Visi tersebut kini menemukan wujudnya. Dari Makassar, nama Unhas bergema hingga ke Stanford University, kampus yang selama ini menjadi ikon inovasi dunia.

Dari pertemuan itu lahirlah kesepakatan mendirikan Unhas–Stanford Centre, sebuah wadah kolaborasi riset lintas disiplin: dari keberlanjutan tambang, energi terbarukan, pangan, hingga perubahan iklim.

Sebelumnya, proyek Revitalizing Informal Settlements and their Environment (RISE) telah menunjukkan bagaimana riset Unhas mampu mengubah lorong-lorong padat di Makassar menjadi laboratorium kebijakan.

Kini, dengan dukungan pendanaan awal Rp5 miliar dari Stanford, kolaborasi itu melompat lebih jauh. Wallacea dipertemukan dengan Silicon Valley, bukan dalam relasi subordinat, melainkan dalam kemitraan sejajar.

Lompatan lain datang dari London. Pada Juni 2025, Unhas resmi menembus peringkat 951 dunia dalam QS World University Rankings 2026. Setelah sekian lama bertahan di posisi 1001–1200, capaian ini datang lebih cepat dari prediksi. “Ini bukan kebetulan, tapi hasil strategi,” tegas Prof. JJ.

BACA: Jamaluddin Jompa Bukan Sekadar Rektor

Strategi itu bernama Thematic Research Group (TRG). Melalui TRG, para dosen dan profesor tidak lagi berdiri sendiri, melainkan digerakkan untuk berkolaborasi secara internasional. Hasilnya nyata: publikasi melonjak, sitasi bertambah, dosen asing hadir di Makassar, mahasiswa internasional mulai berdatangan.

Di sinilah refleksi Paulo Freire menemukan relevansinya: “Education is the practice of freedom.” Pendidikan dan riset menjadi jalan untuk berpikir kritis, berkolaborasi, dan mentransformasi realitas Sulawesi, Indonesia, bahkan dunia.

Jejaring yang Mengikat Dunia

Hari ini, jejaring global Unhas mencakup lebih dari 440 institusi dari 30 negara. Dari riset bersama hingga pertukaran mahasiswa, dari kelas internasional hingga konsorsium strategis, bentangan kolaborasi ini seperti jaring halus yang menghubungkan Tamalanrea dengan benua lain.

Ada universitas di Eropa yang mengundang profesor Unhas untuk mengajar. Ada lembaga riset di Jepang yang mengirim teknologinya ke laboratorium kelautan Unhas. Ada pula kampus di Australia yang secara rutin bertukar mahasiswa pascasarjana. Sulawesi yang dulu dianggap halaman belakang, kini masuk dalam percakapan akademik global.


>> Baca Selanjutnya