MAKASSAR, UNHAS.TV - Tiga guru besar dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas Kedokteran Gigi menyampaikan pidato penerimaan sebelum secara resmi dikukuhkan sebagai anggota baru Dewan Profesor Universitas Hasanuddin.
Mereka yang dikukuhkan yakni Prof Dr Andi Ilham Latunra MSi sebagai Guru Besar bidang bioteknologi tanaman, Prof Dr Anas Iswanto Anwar SE MA CWM CRBC sebagai Guru Besar bidang ekonomi moneter internasional, dan Prof drg Fuad Husain Akbar MARS PhD FISQua sebagai Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Gigi.
Pada pidato pengukuhan, Prof Dr Andi Ilham Latunra MSi memaparkan tentang "Analisis DNA Molekuler & Kultur In Vitro Menuju Kedaulatan Pangan 2030". Materi ini membahas pendekatan moleculer dan teknik in vitro untuk mendukung konservasi, pemetaan genetik, dan peningkatan produktivitas kopi sebagai salah satu tanaman strategis dunia.
Sejak 2011, penelitian yang dilakukan telah menggabungkan kultur in vitro dan DNA Molekuler untuk menyelamatkan dan melakukan regenerasi sumber plasma nutfah elit local typica dari kepunahan dan memperbanyaknya untuk dijadikan mascot revitalisasi kopi Toraja dan Kalosi.
Penelitian diawali dengan pemindaian DNA dengan teknologi molekuler generasi III Simple Sequence Repeat (SSR) pada keseluruhan plasma nutfah kopi yang ada di Sulawesi Selatan. Penelitian ini menghasilkan data genetika molekuler dari pohon induk tua typika yang tersisa dan keturunannya.
"Misi besar kami adalah ketika kopi tidak lagi lahir dari tanah yang tergerus atau hutan yang ditebang. Tetapi dari milyaran sel kecil bertumbuh dalam ruang bioreactor. Disana, kecerdasan alamiah sel berpadu dengan kecerdasan buatan robot serta dipandu Internet of Things untuk menjamin presisi, otomasi, serta skalabilitas," jelas Prof Ilham.
Bioreaktor merupakan ladang dan tabung kaca menjadi kebun yang melahirkan produk premium kopi instan berbasis sel, kapsul ramah lingkungan, hingga ekstrak bioaktif bagi pangan dan biofarmasi.
Prof drg Fuad Husain Akbar MARS PhD FISQua memaparkan "Kekerasan Simbolik di Era Transformasi Pelayanan Kesehatan Gigi: Tantangan dan Upaya Menjaga Kepuasan dan Loyalitas Pasien".
Kekerasan simbolik muncul dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut sebagai bentuk kekerasan non-fisik melalui kata-kata, sikap dan praktik. Hal ini termanifestasi misalnya melalui komentar negatif tentang pasien hingga perlakuan yang mempermalukan atau mengabaikan hak pasien.
Dampaknya adalah menurunnya kepuasan pasien, mengikis kepercayaan, loyalitas menjadi rapuh dan mudah berpindah ke penyedia layanan lain. Kekerasan simbolik memiliki mekanisme yang halus, terbentuk dengan mengatasnamakan norma belas kasih yang patronizing atau aturan organisasi yang tidak sensitif.
"Keselamatan pasien dari kekerasan simbolik mendapat perhatian yang semakin besar, dan pencegahan kekerasan simbolik menjadi prioritas dalam peningkatan kualitas pelayanan Kesehatan gigi dan mulut," jelas Prof Fuad.
Berdasarkan identifikasi terkait kekerasan simbolik, maka dokter gigi dan pihak terkait dapat memahami faktor pemicu yang menyebabkan kekerasan simbolik dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut. Demi menghindari terjadinya kekerasan simbolik perlu intervensi berupa tindakan preventif dan kuratif.
Selain itu, juga perlu mengubah paradigma hubungan dokter dan pasien. Dalam praktik pelayanan medis, terutama di rumah sakit, hubungan pasien dan dokter tidak seimbang.
Dokter mempunyai kedudukan yang lebih unggul dan mempunyai pengetahuan di bidang kedokteran. Stigma estetika memperkuat relasi kuasa dalam layanan gigi dan membuat pasien memprioritaskan penampilan dibanding kebutuhan klinis.
Adapun Prof Dr Anas Iswanto Anwar SE MA CWM CRBC memaparkan tentang "Transformasi Paradigma Ekonomi Moneter Internasional: Trilemma Mundell ke Quadrilemma Digital". Pemahaman kedua konsep ini dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas ekonomi era digital yang terus berkembang.
Kebijakan trilemma dikembangkan dengan menghubungkan kerangka makroekonomi seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi dan variabel lainnya. Model ini dapat dilakukan sebagai panduan untuk kebijakan makroekonomi.
Quadrilemma Digital menuntut pendekatan kebijakan yang lebih holistik dan adaptif, yang mengintegrasikan aspek teknologi, regulasi dan kebijakan moneter secara simultan.
"Pergeseran dari Trilemma Mundell ke Quadrilemma Digital menghadirkan serangkaian tantangan baru dan implikasi kebijakan yang signifikan bagi otoritas moneter, pemerintah dan lembaga keuangan global.
Tantangan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga fundamental, memaksa para pembuat kebijakan untuk memikirkan kembali bagaimana menjaga stabilitas, efektivitas dan integritas sistem keuangan," jelas Prof Anas.
Mantan Sekretaris Jenderal IKA SMA Negeri 1 Makassar itu menambahkan, perjalanan dari Trilemma Mundell ke Quadrilemma Digital menandai pergeseran paradigma yang krusial dalam ekonomi moneter internasional.
Selama beberapa dekade, Trilemma telah menjadi kerangka kerja yang kuat untuk memahami pilihan kebijakan yang sulit. Namun, penelitian menunjukkan, inovasi finansial digital, yang didorong oleh mata uang kripto, stablecoin dan teknologi blockchain, telah mendisrupsi model ini secara fundamental.(*)