MAROS, UNHAS.TV – Mahasiswa Kuliah Kerja Nyata Tematik (KKN-T) Inovasi Pengembangan Desa Universitas Hasanuddin (Unhas) menghadirkan dua terobosan baru bagi masyarakat Desa Tupabbiring, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros.
Program tersebut adalah Kotak Aspirasi Tupabbiring dan Sosialisasi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) di desa setempat.
Keduanya diluncurkan dengan pendekatan langsung ke masyarakat. Mahasiswa tidak sekadar memasang laporan di papan kegiatan, tetapi turun dari rumah ke rumah, dari dusun ke dusun, untuk memastikan gagasan bisa dirasakan secara nyata.
Pada Rabu, 6 Agustus 2025, Niscahyati, mahasiswi Ilmu Pemerintahan angkatan 2022, memperkenalkan Kotak Aspirasi Tupabbiring.
Kotak berwarna hitam itu ditempatkan di beberapa dusun sebagai wadah bagi warga untuk menyampaikan kritik, keluhan, maupun usul pembangunan.
Di hadapan aparat dan warga desa, Ninis --sapaan akrab Niscahyati, menekankan pentingnya ruang partisipasi. “Masyarakat berhak bersuara. Aspirasi mereka penting untuk kemajuan desa,” ujarnya.
Kotak sederhana itu disambut positif warga. Mereka menilai wadah tersebut mempermudah penyampaian aspirasi tanpa harus canggung atau khawatir berhadapan langsung dengan aparat desa.
Bagi pemerintah desa, kotak ini sekaligus menjadi kanal baru untuk membaca kebutuhan masyarakat secara lebih terbuka. Memang sekarang sudah ada teknologi smartphone. Tapi kebiasaan menulis diyakini masih meningkatkan kemampuan literasi.
Sosialisasi QRIS untuk UMKM
Beberapa hari sebelumnya, Jumat, 1 Agustus 2025, giliran Risty Musdalifah, mahasiswi Agribisnis 2022, melaksanakan program sosialisasi QRIS. Ia menyasar pelaku usaha kecil di Tupabbiring, mulai dari penjual telur asin hingga pedagang warung klontong.
Risty memperkenalkan cara kerja transaksi digital menggunakan satu kode QR. Ia membantu pedagang membuat akun, memandu proses pendaftaran, hingga mempraktikkan langsung cara menerima pembayaran melalui ponsel.
“Kalau begini, usaha bisa lebih maju dan tidak khawatir uang tercecer,” kata seorang pedagang usai mencoba.
Melalui sosialisasi ini, para pelaku usaha didorong lebih akrab dengan sistem keuangan digital. QRIS dianggap mampu meningkatkan efisiensi transaksi, memperluas jangkauan pelanggan, sekaligus mendukung inklusi keuangan di tingkat desa.
Kedua program tersebut menjadi contoh bagaimana inovasi mahasiswa dapat menyentuh kebutuhan riil masyarakat. Kotak Aspirasi membuka ruang partisipasi publik, sementara sosialisasi QRIS menjembatani warga dengan sistem pembayaran modern.
Di Desa Tupabbiring, gagasan mahasiswa itu mungkin tampak sederhana. Namun, dari kotak yang menampung suara warga hingga kode QR yang mengalirkan uang digital, perubahan mulai ditanamkan.
Program KKN ini menunjukkan bahwa pengabdian mahasiswa bukan hanya jargon. Inovasi yang dihadirkan lahir dari pemahaman atas persoalan desa, lalu diterjemahkan menjadi solusi kecil yang praktis dan bermanfaat.
Dengan dua terobosan itu, mahasiswa Unhas meninggalkan jejak nyata. Aspirasi warga kini lebih mudah didengar dan transaksi di warung desa kian cepat berpindah tangan.
(Rizka Fraja / Unhas.TV)