Budaya

Harmoni Alam dan Budaya dalam Parade Warna di Beautiful Malino 2025

UNHAS.TV - Ribuan pasang mata menyesaki kanan-kiri jalan utama di jantung kota sejuk Malino, Kabupaten Gowa. Sorak-sorai penonton bersahutan dengan ketukan marching band dan irama langkah para peserta karnaval yang berpakaian nyentrik sarat dengan bunga.

Di tengah barisan parade, sekelompok anggota Polres Gowa tampil memikat membawa spanduk bertuliskan “Karnaval Beautiful Malino 2025 – Colours of Culture”, menandai semaraknya festival budaya tahunan yang kini menjelma menjadi event kebanggaan Sulawesi Selatan.

Suasana semarak itu seperti tak ingin dilewatkan para pengunjung. Manusia tumpah ruah hingga ke trotoar, dan kamera-kamera ponsel teracung tinggi, merekam momen ketika budaya dan alam berpadu dalam satu panggung bernama Beautiful Malino.

Festival yang berlangsung pada 9-13 Juli 2025 ini mengusung tema “Harmoni Alam dan Warisan Budaya”, sebuah refleksi dari wajah Kabupaten Gowa yang kaya akan sumber daya alam dan tradisi lokal.

Di setiap sudut, tampak simbol-simbol budaya lokal yang ditata dengan cita rasa modern, topi petani yang dimodifikasi, sarung cora laba khas Gowa yang dijadikan aksen kostum, hingga ornamen floral berbahan daur ulang.

“Tema kita tahun 2025 ini lebih colorful, dan kami menggunakan bahan-bahan daur ulang sebagai bentuk kampanye lingkungan,” terang Syahril Nurdin Siradja dari Dinas Koperasi Gowa.

“Warna adalah identitas Sulawesi Selatan, khususnya Malino yang kaya akan keberagaman dan semangat. Juga dikenal sebagai kota bunga,” lanjutnya.

Benar saja, keberagaman itu terpancar di sepanjang rute karnaval. Salah satu kelompok peserta dari sektor pertanian tampil unik dengan desain busana bertema “Petani Modern dengan Warisan Leluhur.”

Mereka tidak hanya tampil mencolok, tetapi juga menyiratkan pesan mendalam tentang keberlanjutan pangan dan pelestarian budaya.

“Kita ingin memperlihatkan bahwa kita tidak melupakan akar budaya kita,” jelas Nurliah Jamir, Kepala Bidang Tanaman Pangan Kabupaten Gowa.

“Dari busana hingga filosofi yang diangkat, semuanya mengarah pada kemandirian pangan, kolaborasi antara petani, penyuluh, dan dinas,” jelasnya.

Bagi Aslan, seorang warga Makassar yang rutin hadir setiap tahun, Beautiful Malino adalah lebih dari sekadar perayaan.

“Kalau di Jawa kita mengenal Jember Fashion Carnival, Sulawesi Selatan punya Beautiful Malino. Di sinilah kita bisa menyaksikan kekayaan budaya kita yang sempat terlupakan, kini muncul kembali lewat kreativitas warga,” katanya. 

Memang, festival ini bukan hanya tentang hiburan. Ia adalah ruang dialog antara pemerintah dan masyarakat, antara masa lalu dan masa depan, antara warisan leluhur dan tantangan zaman.

Di tengah parade warna dan suara, hadir pula nilai-nilai yang diperjuangkan bersama, kelestarian lingkungan, kemandirian ekonomi, dan kebanggaan atas budaya sendiri.

Hingga senja menyelimuti langit Malino, gemuruh langkah peserta karnaval masih menggema. Lampu-lampu panggung mulai menyala, menyinari ratusan kostum yang mulai berkilau di bawah cahaya lembut pegunungan.

Malino, seperti tengah berdandan: bukan hanya untuk tampil cantik, tapi untuk menunjukkan jati dirinya, sebagai rumah bagi harmoni alam dan budaya.

Dan di tengah barisan warna itu, satu hal jadi pasti, Beautiful Malino 2025 bukan sekadar festival. Ia adalah perayaan hidup.

(Andi Muhammad Syafrizal / Unhas.TV)