News
Program

Ini Dampak Perubahan Iklim terhadap Produktivitas Lahan dan Pola Tanam Petani?

PERUBAHAN IKLIM. Dekan Fakultas Pertanian Unhas Prof Dr Ir Rismaneswati SP MP dalam siniar Unhas Speak Up di Unhas TV, mengungkapkan bahwa perubahan iklim menyebabkan ketidakpastian yang tinggi di lapangan. (dok unhas.tv)

MAKASSAR, UNHAS.TV - Perubahan iklim telah menjadi ancaman serius bagi sektor pertanian Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan yang selama ini menjadi salah satu pusat produksi pangan utama nasional.

Fluktuasi cuaca ekstrem, pergeseran musim, serta meningkatnya suhu global berdampak langsung terhadap produktivitas lahan dan pola tanam petani.

Dalam siniar Unhas Speak Up di Unhas TV, Dekan Fakultas Pertanian Unhas Prof Dr Ir Rismaneswati SP MP mengungkapkan bahwa perubahan iklim menyebabkan ketidakpastian yang tinggi di lapangan.

“Dulu petani bisa menentukan waktu tanam berdasarkan kebiasaan musim. Tapi sekarang, pola musim tidak menentu. Kadang hujan datang di luar perkiraan, atau justru terlalu lama tidak turun,” ujarnya.

Dampak nyata terlihat pada banyak wilayah pertanian di Sulawesi Selatan. Ketika curah hujan berlebihan, lahan pertanian tergenang air hingga menyebabkan gagal panen. Sebaliknya, pada periode kekeringan, petani kesulitan mengairi sawah sehingga produktivitas turun drastis.

Selain itu, perubahan iklim turut mempengaruhi karakteristik tanah. Curah hujan yang tinggi memicu erosi dan mengikis lapisan tanah paling subur, sedangkan kekeringan mempercepat proses degradasi dan mengurangi kemampuan tanah menyimpan air.

“Kualitas tanah semakin menurun. Banyak lahan yang dulu subur kini menjadi keras dan tidak produktif,” jelas Prof. Risma.

Ia juga menyoroti bahwa kenaikan suhu turut mempengaruhi fisiologi tanaman. Dalam kondisi panas ekstrem, proses fotosintesis terganggu dan penguapan meningkat, sehingga tanaman lebih cepat layu. Hal ini menyebabkan penurunan hasil panen baik dari segi jumlah maupun kualitas.

Perubahan iklim juga memaksa petani untuk menyesuaikan jenis tanaman. Banyak petani di wilayah kering beralih dari padi ke jagung atau tanaman keras yang lebih tahan terhadap kekeringan. Namun, tanpa didukung pemetaan dan evaluasi lahan yang tepat, adaptasi semacam ini berisiko tidak optimal.

“Evaluasi lahan menjadi penting agar kita tahu lahan mana yang cocok untuk jenis tanaman tertentu, terutama dalam kondisi iklim yang berubah. Kalau adaptasi dilakukan tanpa dasar ilmiah, petani bisa rugi,” tegasnya.

Lebih jauh, Prof. Risma menilai bahwa mitigasi dampak perubahan iklim harus dilakukan secara terpadu, bukan hanya di tingkat petani, tetapi juga melalui kebijakan pemerintah daerah. Universitas Hasanuddin sendiri aktif melakukan penelitian terkait ketahanan lahan terhadap perubahan iklim dan pengembangan teknologi pertanian adaptif.

“Riset kami tidak berhenti di laboratorium. Kami ingin hasilnya sampai ke lapangan, membantu petani menentukan strategi tanam yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” tutupnya.

Dengan tantangan iklim yang semakin kompleks, sektor pertanian membutuhkan inovasi berbasis ilmu dan kolaborasi lintas sektor. Evaluasi lahan menjadi salah satu kunci untuk menjaga agar produksi pertanian tetap berkelanjutan meski menghadapi ancaman perubahan iklim global.

(Rahmatia Ardi / Unhas.TV)