UNHAS.TV - Pernahkah Anda mengalami cegukan yang tak juga berhenti selama berjam-jam, bahkan berhari-hari? Bunyi “hik” yang awalnya terdengar lucu dan ringan itu bisa berubah menjadi alarm tubuh yang tak bisa diabaikan.
Di balik refleks sederhana dari cegukan itu, bisa tersembunyi pesan penting tentang kondisi kesehatan yang lebih dalam.
Fenomena cegukan telah lama menarik perhatian dunia medis. Ia muncul tiba-tiba—sebuah kontraksi spontan pada otot diafragma, otot berbentuk kubah yang memisahkan rongga dada dan perut.
Ketika diafragma berkontraksi tanpa kendali, udara mendadak masuk ke paru-paru, memaksa pita suara menutup cepat, dan menghasilkan suara khas yang kita kenal: “hik!”
Biasanya, cegukan hanya berlangsung beberapa menit dan hilang dengan sendirinya. Namun, ketika refleks ini bertahan lebih dari 48 jam, para ahli menyebutnya sebagai persistent hiccups, kondisi yang jarang terjadi, tetapi bisa menjadi petunjuk gangguan kesehatan serius.
Menurut Ketua Departemen Biokimia Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (FK Unhas), dr Marhaen Hardjo MBiomed PhD, cegukan adalah fenomena umum yang melibatkan banyak sistem tubuh.
“Cegukan bisa disebabkan oleh berbagai hal, dari makan terlalu cepat, perubahan suhu tubuh mendadak, hingga kondisi medis tertentu. Biasanya tidak berbahaya, tetapi bila berlangsung lama, bisa mengganggu aktivitas dan menurunkan rasa percaya diri,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya.
Namun, ia mengingatkan bahwa cegukan berkepanjangan bukan sekadar gangguan kecil. “Jika berlangsung lama atau disertai gejala lain seperti nyeri dada, sulit menelan, atau muntah, sebaiknya segera diperiksa untuk memastikan tidak ada masalah kesehatan yang lebih serius,” tambahnya.
Ketika Tubuh Mengirimkan Sinyal Bahaya
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa cegukan kronis dapat berkaitan dengan gangguan pada saraf vagus yakni saraf panjang yang menghubungkan otak dengan organ-organ vital seperti jantung, paru, dan lambung.
Gangguan pada saraf ini bisa terjadi akibat infeksi, pembengkakan, atau bahkan tumor di area dada dan otak.
Selain itu, cegukan berkepanjangan juga dapat muncul pada pasien dengan penyakit gastroesofageal reflux disease (GERD), infeksi saluran pernapasan, stroke, atau cedera sistem saraf pusat. Kondisi psikologis seperti stres berat dan kecemasan juga dapat memperburuknya.
“Tubuh manusia itu komunikatif. Kadang sinyal-sinyal kecil seperti cegukan atau kram perut adalah cara tubuh memberitahu bahwa ada sesuatu yang tidak seimbang di dalamnya," ujar dr. Marhaen.
Ilmuwan masih meneliti secara mendalam mengapa cegukan terjadi dan mengapa kadang sulit dihentikan. Artikel dalam The Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry (2023) menyebutkan bahwa cegukan bisa jadi sisa evolusi dari refleks pernapasan pada embrio mamalia, yang berfungsi melatih otot-otot pernapasan sebelum lahir.
Namun, pada manusia dewasa, refleks ini justru bisa menjadi masalah. Dalam laporan Harvard Health Publishing (2022), disebutkan bahwa kasus cegukan kronis bisa menyebabkan kelelahan, dehidrasi, gangguan tidur, bahkan malnutrisi akibat kesulitan makan dan minum.
Di era modern, ketika manusia sering mengabaikan sinyal tubuh demi produktivitas, cegukan panjang bisa menjadi pengingat bahwa tubuh memiliki bahasa tersendiri. Sebuah bahasa yang perlu didengarkan dengan sabar dan penuh perhatian.
“Setiap gejala adalah cerita,” kata dr. Marhaen menutup perbincangan. “Dan tugas kita adalah membaca cerita itu sebelum terlambat.”
Jadi, jika suatu hari Anda terjebak dalam cegukan yang tak kunjung berhenti, jangan hanya menepuk dada atau meneguk air hangat.
Tubuh Anda mungkin sedang berbicara. Dengarkan baik-baik, karena di balik suara kecil “hik” itu, bisa tersimpan pesan besar tentang kesehatan Anda. (*)