MAKASSAR, UNHAS.TV - Tim mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas) yang berasal dari beberapa fakultas kembali menorehkan prestasi di bidang riset farmasi.
Melalui Program Kreativitas Mahasiswa Riset Eksakta (PKM-RE), tim yang menamakan diri Allizyme Team berhasil mengembangkan inovasi penghantaran obat presisi berbasis nanopartikel yang dinamai QCT-LNP-TDP (Quercetin Lysozyme Nanopartikel Transdermal Patch).
Temuan mereka ini diyakini dapat menjadi terobosan baru dalam pengobatan Hipertensi Renovaskular (RVH) yang merupakan salah satu bentuk hipertensi sekunder yang merusak fungsi ginjal.
Selama ini, terapi RVH masih menghadapi kendala serius karena distribusi obat yang bersifat sistemik. Obat-obatan konvensional hanya sebagian kecil mencapai ginjal dan kerap menimbulkan efek samping.
Inovasi QCT-LNP-TDP hadir sebagai solusi dengan memanfaatkan strategi penargetan ginjal secara aktif melalui sistem penghantaran transdermal.
“Kami memanfaatkan Lysozyme sebagai kurir biologis yang mampu mengenali reseptor Megalin di ginjal,” jelas Khalish Alwahhabu Nur Ilham, anggota Allizyme Team.
“Protein ini memiliki kemampuan reabsorpsi hingga 99,5 persen, sehingga memungkinkan obat bekerja langsung di area target tanpa menimbulkan efek sistemik yang luas,” tambahnya.
Senyawa aktif yang digunakan dalam inovasi ini berasal dari limbah kulit bawang merah, yakni Quercetin (QCT) yang merupakan senyawa alami dengan efek renoprotektif atau pelindung ginjal.
Namun karena bioavailabilitasnya rendah, tim menanganinya dengan mengemas QCT dalam Nanopartikel Lysozyme (LNP) sehingga lebih stabil dan efisien diserap tubuh.
Hasil riset menunjukkan performa menjanjikan. Ukuran partikel QCT-LNP berhasil mencapai 137,28 nanometer dengan efisiensi enkapsulasi 96 persen, yang berarti obat terbungkus sempurna dan tidak mudah rusak.
Uji in vivo memperlihatkan kadar obat di ginjal setelah penggunaan patch selama 24 jam mencapai 62,88 μg/mL, atau 7,4 kali lebih tinggi dibanding pemberian oral biasa (8,46 μg/mL).
Selain itu, uji keamanan Hemolisis dan HET-CAM memastikan bahwa patch tersebut tidak toksik dan tidak menimbulkan iritasi, menjadikannya aman untuk aplikasi transdermal jangka panjang.
Dosen pembimbing, apt Afdhil Viqar Viqhi SSi MSi menilai keberhasilan ini bukan hanya langkah ilmiah, tetapi juga ekonomi.
“Penelitian ini membuktikan bahwa limbah lokal dapat menjadi sumber daya farmasi bernilai tinggi. Kita tidak hanya berbicara inovasi teknologi, tapi juga penciptaan nilai bioekonomi yang berkelanjutan,” ujarnya.
Inovasi ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 3 tentang kehidupan sehat dan SDG 12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab.
Tim berharap riset ini dapat menjadi dasar pendaftaran HAKI dan dikembangkan lebih lanjut menjadi produk komersial di industri farmasi nasional.
Dengan keberhasilan ini, Allizyme Team menegaskan peran generasi muda UNHAS dalam memperkuat kemandirian riset dan mendorong terciptanya inovasi hijau bagi kesehatan masyarakat Indonesia. (*)