Internasional

Intervensi Kontroversial Elon Musk Dalam Politik Dunia Membuat Marah Banyak Pemimpin Negara

Mengacaukan Politik Eropa

MAKASSAR, UNHAS.TV- Dukungan Elon Musk terhadap Partai Ekstrem Sayap Kanan "Alternative für Deutschland (AfD) Alternatif untuk Jerman” memicu kontroversi menjelang Pemilu Federal Jerman

Tindakan terbaru Elon Musk memunculkan pertanyaan tentang sejauh mana ia sebelumnya terlibat atau mengambil sikap dalam urusan politik.

Orang terkaya di dunia itu baru-baru ini menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Partai AfD dalam bidang energi, pemulihan ekonomi, dan imigrasi melalui pernyataan di salah satu surat kabar Jerman. Musk mengklaim bahwa prinsip-prinsip yang diusung AfD sejalan dengan keberhasilan perusahaannya seperti Tesla dan SpaceX.

Pejabat pemerintah Jerman menuduh Elon Musk berusaha memengaruhi hasil Pemilu Federal yang akan berlangsung pada 23 Februari mendatang.

Meski mendapat banyak kritik, miliarder Amerika Serikat ini telah melakukan wawancara langsung pada 9 Januari di platform media sosialnya, X (sebelumnya Twitter), bersama Alice Weidel, politisi perempuan dan pemimpin AfD di Bundestag.

Elon Musk kembali membuat kejutan dengan muncul dalam sebuah acara kampanye pemilu AfD, untuk menggalang dukungan bagi para pendukung sayap kanan partai tersebut di penghujung pekan ketika ia tengah terlibat dalam kontroversi.

Menurut laporan ‘The Independent’ orang terkaya di dunia itu hadir secara langsung melalui video link di hadapan 4.500 orang di Halle, Jerman Timur, pada hari Sabtu (25/1), berbicara secara terbuka untuk mendukung partai sayap kanan tersebut untuk kedua kalinya dalam dua pekan terakhir.

CEO Tesla dan SpaceX itu mendorong masyarakat Jerman untuk “melampaui rasa bersalah masa lalu” di pekan yang sama ketika ia memicu kehebohan setelah melakukan gerakan yang dibandingkan secara daring dengan salam Nazi selama perayaan pelantikan Presiden AS Donald Trump. Musk dengan tegas membantah tuduhan tersebut.

Pernyataan ini muncul menjelang peringatan 80 tahun pembebasan Auschwitz, di mana para penyintas kekejaman Nazi akan bergabung dengan para pemimpin dunia dan keluarga kerajaan dalam acara peringatan pada hari Senin. Upacara utama akan berlangsung di lokasi kamp di Polandia selatan.

Berbicara di hadapan kerumunan pendukung sayap kanan bersama pemimpin partai Alice Weidel pada hari Sabtu, miliarder asal AS tersebut menyatakan bahwa “anak-anak seharusnya tidak menanggung rasa bersalah atas dosa orang tua mereka, apalagi dosa kakek-buyut mereka,” yang tampaknya merujuk pada sejarah Nazi di Jerman.

“Ada terlalu banyak fokus pada rasa bersalah masa lalu, dan kita harus melampaui itu,” katanya.

Pengusaha teknologi itu juga membahas tentang pentingnya menjaga budaya Jerman dan melindungi rakyat Jerman. “Adalah hal yang baik untuk bangga dengan budaya Jerman, nilai-nilai Jerman, dan tidak kehilangan semua itu dalam semacam multikulturalisme yang mencairkan segalanya,” ujarnya.

Musk, yang mengkritik kebebasan berbicara di bawah pemerintahan Jerman, sebelumnya telah menyerang Kanselir Jerman Olaf Scholz di platform X.

Sementara itu, Scholz pada hari Selasa mengatakan bahwa ia tidak mendukung kebebasan berbicara jika digunakan untuk menyebarkan pandangan sayap kanan ekstrem.

Musk juga berbicara mendukung pemilu untuk partai sayap kanan tersebut, mengatakan kepada para peserta: “Saya sangat bersemangat untuk AfD. Saya pikir kalian benar-benar adalah harapan terbaik bagi Jerman untuk memperjuangkan masa depan yang hebat bagi negara ini.”

Alice Weidel menyampaikan terima kasih kepada Musk, memuji Partai Republik karena “membuat Amerika kembali hebat” dan menyerukan kepada pendukungnya untuk “membuat Jerman hebat kembali.”

Awal bulan ini, Musk menjadi pembawa acara dalam sebuah wawancara dengan Alice Weidel di platform X, yang memicu kekhawatiran tentang campur tangan dalam pemilu.

Meskipun cuaca musim dingin, para pengkampanye anti-sayap kanan turun ke jalan pada hari Sabtu, dengan sekitar 100.000 orang berkumpul di sekitar Gerbang Brandenburg di Berlin dan hingga 20.000 orang di Cologne. Mereka berasal dari berbagai usia dan membawa payung berwarna-warni.



Alice Weidel, salah satu pemimpin partai sayap kanan Jerman AfD, menyampaikan pidato pada rapat umum kampanye pemilu di Halle, Jerman timur, pada hari Sabtu. (Credit: Sean Gall Up)
Alice Weidel, salah satu pemimpin partai sayap kanan Jerman AfD, menyampaikan pidato pada rapat umum kampanye pemilu di Halle, Jerman timur, pada hari Sabtu. (Credit: Sean Gall Up)


Elon Musk dan Politik Inggris

Elon Musk juga beberapa pekan lalu terlihat dalam sebuah foto bersama Nigel Farage, pemimpin Partai Reformasi Inggris, dan Nick Kennedy, bendahara partai tersebut, di depan lukisan Donald Trump di Mar-a-Lago, properti pribadi mantan Presiden AS di Florida.

Para analis berspekulasi bahwa foto ini menandakan kemungkinan Musk, yang sebelumnya berperan penting dalam kemenangan kedua Trump, kini mengalihkan perhatiannya ke politik Inggris.

Nigel Farage pada Desember lalu mengatakan kepada media Inggris bahwa Elon Musk sedang mempertimbangkan memberikan bantuan finansial untuk partainya.

Menurut laporan The Guardian, langkah ini memicu kekhawatiran di kalangan legislator Inggris yang mempertimbangkan pembatasan bantuan keuangan asing kepada partai politik.

Berdasarkan hukum Inggris, Elon Musk tidak dapat memberikan donasi secara pribadi karena ia tidak terdaftar sebagai pemilih. Namun, ia dapat melakukannya melalui cabang perusahaannya, X, yang masih beroperasi di Inggris.

Sebelumnya, pada awal 2024, Musk pernah menuduh pemerintah Inggris sebagai “rezim otoriter” dan memperburuk situasi dengan menyatakan bahwa perang saudara akibat kerusuhan di Southport “tidak terhindarkan.”

Badan pengawas komunikasi Inggris menemukan adanya hubungan antara unggahan di media sosial dan kekerasan selama kerusuhan tersebut. Financial Times melaporkan bahwa Musk menggunakan platformnya untuk mendukung tokoh sayap kanan ekstrem di Inggris, seperti Tommy Robinson dan Ashley Simon.

Peringatan dari Italia

Elon Musk juga pernah menerima peringatan keras dari Presiden Italia, Sergio Mattarella, agar tidak mencampuri urusan dalam negeri negara tersebut.

Peringatan ini muncul setelah Musk menulis cuitan yang menyerukan pemecatan sejumlah hakim Italia. Insiden ini terjadi setelah sekelompok hakim di Roma memutuskan bahwa tujuh orang yang ditahan di Albania harus diekstradisi ke Italia berdasarkan perjanjian migrasi baru.

Keputusan tersebut dianggap sebagai kekalahan bagi kebijakan Perdana Menteri Giorgia Meloni dalam membatasi imigrasi ilegal.

Musk menyebut keputusan itu “tidak dapat diterima” dan mempertanyakan demokrasi Italia, seraya mengatakan bahwa “sekelompok kecil orang yang tidak terpilih” memutuskan segalanya.

Dalam tanggapannya, Sergio Mattarella menegaskan bahwa Italia adalah negara demokrasi besar yang mampu menjaga stabilitasnya.

Larangan Platform X di Brasil dan Ketegangan Politik

Elon Musk menghadapi tantangan hukum terkait pengelolaan konten di Brasil, terutama dalam kasus melawan Alexander de Moraes, hakim Mahkamah Agung Brasil.

Ketegangan dimulai ketika Musk menolak perintah pengadilan untuk menghapus lebih dari 100 akun yang dianggap menyebarkan ujaran kebencian dan informasi palsu.

Hakim de Moraes meminta Musk menunjuk perwakilan hukum di Brasil, tetapi permintaan ini diabaikan. Akibatnya, platform X dilarang beroperasi di Brasil hingga perusahaan membayar denda sebesar $5 juta.

Larangan ini memicu protes ribuan pendukung mantan Presiden Jair Bolsonaro, yang menganggap langkah tersebut sebagai bentuk persekusi politik.



Trump dan Musk: Ketika teknologi bertemu dengan politik: membahas efisiensi pemerintahan di era modern. (Foto: Istimewa)
Trump dan Musk: Ketika teknologi bertemu dengan politik: membahas efisiensi pemerintahan di era modern. (Foto: Istimewa).


Posisi Politik Elon Musk di Amerika Serikat

Di AS, Musk memainkan peran aktif dalam politik, khususnya dalam mendukung kampanye pemilihan Donald Trump.

Musk menyumbang $200 juta melalui komite aksi politik untuk mendukung Trump dan mengusulkan memberikan $1 juta secara acak kepada pemilih di negara bagian swing sebagai insentif mendukung Amandemen Pertama dan Kedua Konstitusi AS.

Setelah Trump terpilih, ia membentuk kementerian baru bernama Department of Government Efficiency (DOGE), atau Kementerian Efisiensi Pemerintah. Tujuan utamanya adalah mengurangi birokrasi dan memangkas pengeluaran pemerintah yang tidak perlu. Elon Musk dan Vivek Ramaswamy ditunjuk sebagai pemimpin kementerian ini.

Program DOGE, yang dirancang oleh Musk, bertujuan untuk memodernisasi sistem pemerintahan melalui penggunaan teknologi canggih, termasuk kecerdasan buatan (AI), guna meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengambilan keputusan.

Target DOGE adalah mengurangi pengeluaran pemerintah sebesar $2 triliun hingga tahun 2026, dengan mengidentifikasi proyek-proyek yang tidak efisien dan menyederhanakan proses administratif. Jika berhasil, model DOGE berpotensi menjadi teladan global dalam tata kelola pemerintahan modern.

Selain itu, Musk kerap menggunakan platformnya untuk memposting opini yang memperburuk polarisasi politik di AS, termasuk dalam perdebatan anggaran pemerintahan.(*)