UNHAS.TV - Di siang yang cerah, Rabu (3/9/2025), Presiden Prabowo Subianto berdiri memberi hormat ketika lagu kebangsaan Tiongkok diperdengarkan. Hari itu, ia berada di Lapangan Tiananmen bersama sejumlah pemimpin dunia.
Hadir pula Presiden Rusia Vladimir Putin, Perdana Menteri India Narendra Modi, serta pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
Tiongkok seakan ingin menunjukkan kekuatannya. Dentuman meriam terdengar 80 kali, menandai delapan dekade sejak Perang Dunia II berakhir. Pasukan dengan langkah tegap angsa melintasi karpet merah, sementara di langit dilepaskan 80 ribu merpati putih dan balon, simbol damai yang kontras dengan deretan rudal dan jet tempur di bawahnya.
Xi Jinping tampil dengan setelan ala Mao Zedong, berdiri persis di bawah potret besar sang pendiri republik. Di sisinya, para pemimpin negara yang kerap berseberangan dengan Barat. Kehadiran mereka menjadi simbol koalisi longgar yang menantang dominasi Amerika dalam tatanan dunia pascaperang.
Pesan Tantangan
“Bangsa Tiongkok adalah bangsa besar yang tidak takut tirani dan berdiri di atas kakinya sendiri,” seru Xi dari podium. Ia mengaitkan pengorbanan rakyat Tiongkok melawan Jepang di masa lalu dengan tantangan geopolitik hari ini.
Menurutnya, saat itu rakyat memilih perlawanan demi keadilan dan kemajuan; kini pilihan itu kembali hadir: damai atau perang, dialog atau konfrontasi.
Xi tidak sekadar mengingatkan sejarah. Ia mengirim isyarat keras kepada Barat, terutama Amerika Serikat, bahwa Tiongkok tak akan tunduk pada tekanan.
Parade ini menjadi puncak kampanye panjang Partai Komunis untuk membangkitkan nasionalisme, menegaskan peran Tiongkok dalam Perang Dunia II, dan menggambarkan partai sebagai penyelamat bangsa.
Pertunjukan yang Sarat Simbol
Usai pidato, Xi naik ke mobil limusin Hongqi buatan dalam negeri. Dari sunroof, ia melambaikan tangan kepada pasukan. “Salam, kamerad! Kalian bekerja keras!” serunya. Pasukan menjawab serempak: “Ikuti Partai! Siap menang! Tegakkan disiplin!”
Adegan itu merefleksikan narasi harmoni antara pemimpin, partai, dan tentara. Ini adalah warisan retorika sejak era Mao.
Deretan tank, rudal antarbenua, drone bawah laut, hingga pesawat tempur nirawak ikut dipamerkan. Pemandangan itu membuat Lapangan Tiananmen berubah menjadi panggung raksasa teknologi militer modern.
Di antara senjata yang melintas, publik dapat melihat rudal balistik antarbenua (ICBM) yang diyakini mampu menjangkau benua lain dengan daya hancur dahsyat. Kehadiran ICBM itu seolah mengingatkan dunia bahwa Tiongkok kini memiliki kemampuan deterensi nuklir yang tak bisa dianggap enteng.