Internasional

Mengapa Thailand dan Myanmar Dihantam Gempa? Ini Penjelasan Ilmiahnya

UNHAS.TV Jumat siang itu, ketika matahari memancarkan teriknya tanpa ampun di langit Mandalay, bumi tiba-tiba berguncang. Getarannya begitu kuat, seperti raksasa yang mengguncang daratan dengan amarahnya. 

Tanah retak, bangunan bergetar sebelum akhirnya runtuh menjadi puing-puing. Teriakan ketakutan menyebar lebih cepat daripada debu yang mengepul di udara. Mandalay, kota terbesar kedua di Myanmar dengan populasi sekitar 1,5 juta jiwa, porak-poranda.

Dalam hitungan menit, rumah sakit umum Mandalay dipadati korban. Ambulans, motor, bahkan mobil pribadi digunakan untuk mengangkut mereka yang terluka. 

Dr. Kyaw Zin, seorang dokter bedah yang bertugas di rumah sakit itu, menghela napas berat melihat kerumunan pasien yang tergeletak di lantai dengan perban seadanya.

“Kami kehabisan kapas. Bahkan, saya tidak tahu di mana saya harus berdiri. Tapi saya tidak bisa pulang. Saya harus menyelamatkan nyawa di sini,” ucapnya terbata.

Gempa berkekuatan 7,7 magnitudo itu mengguncang wilayah Myanmar tengah dengan episentrum hanya sekitar 10 mil dari pusat kota Mandalay. Ini adalah gempa ketiga terkuat yang menghantam kawasan tersebut dalam seabad terakhir. Namun, dampaknya meluas jauh melampaui batas negara.

Getaran terasa hingga Bangladesh, Vietnam, Thailand, dan Tiongkok bagian selatan. Bahkan, sebuah gedung pencakar langit setinggi 33 lantai yang tengah dibangun di Bangkok, Thailand, runtuh seketika.

Setidaknya delapan orang ditemukan tewas, sementara puluhan lainnya masih dinyatakan hilang, diduga terkubur di bawah puing-puing. Bangkok pun dinyatakan dalam status darurat oleh Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra.

Di Myanmar, korban tewas dilaporkan mencapai 144 orang dengan 732 lainnya terluka. Angka ini kemungkinan besar masih akan bertambah mengingat banyak daerah yang sulit dijangkau. Junta militer Myanmar, yang selama ini menutup akses bantuan internasional di tengah perang saudara berkepanjangan, kali ini segera meminta bantuan dari dunia internasional.

“Kami membutuhkan dan mengharapkan bantuan dari komunitas internasional,” ujar Jenderal Zaw Min Tun, juru bicara militer Myanmar. Enam wilayah di negeri itu, termasuk Mandalay dan Naypyidaw, kini berada dalam status darurat. Perserikatan Bangsa-Bangsa merespons cepat dengan mengalokasikan dana awal sebesar lima juta dolar AS untuk operasi penyelamatan dan bantuan kemanusiaan.

Namun, di balik usaha penyelamatan ini, kecurigaan tetap membayangi. Banyak pihak khawatir bahwa junta militer akan memperlambat penyaluran bantuan ke daerah-daerah yang dikuasai oleh kelompok oposisi. 

Situasi ini mengingatkan pada tragedi-topan Nargis 2008 dan topan Mocha 2023 ketika militer membatasi akses bantuan hanya untuk wilayah yang mereka kontrol.

Di Mandalay, malam tiba dengan keputusasaan yang menggantung di udara. Penduduk yang kehilangan rumah memilih tidur di jalanan atau di dalam mobil, ketakutan akan gempa susulan yang mungkin datang.

Tim penyelamat terus berjuang menggali reruntuhan, berpacu dengan waktu untuk menemukan nyawa yang mungkin masih tersisa di antara puing-puing.

Penjelasan Pakar 

Para pakar geologi mengungkapkan bahwa gempa bumi ini terjadi akibat pergeseran Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia yang saling bertumbukan di wilayah subduksi aktif di sekitar Myanmar. 

Dr. Aung Htay, seorang ahli geologi dari Universitas Yangon, menjelaskan bahwa Myanmar berada di zona seismik yang sangat rentan.


>> Baca Selanjutnya