MANCHESTER, UNHAS.TV - Di bawah hujan khas Manchester yang mengguyur Etihad, Pep Guardiola merayakan tonggak bersejarahnya dengan cara paling sempurna, memetik kemenangan besar, Minggu (9/11/2025).
Pada laga ke-1.000 dalam karier kepelatihannya, sang maestro taktik asal Spanyol mempersembahkan kemenangan 3–0 atas juara bertahan Liverpool dalam laga lanjutan Liga Inggris.
Sebuah hasil yang bukan hanya menegaskan ambisi Manchester City untuk kembali ke puncak, tetapi juga memperlihatkan bahwa hasrat Guardiola belum surut sedikit pun setelah belasan tahun mendominasi sepak bola Eropa.
Gol-gol dari Erling Haaland, Nico González, dan si lincah Jeremy Doku membawa City menempel ketat pemuncak klasemen Arsenal, kini hanya terpaut empat poin.
“Kemenangan ini bukan hanya soal angka seribu. Ini tentang cara kami terus berkembang, bahkan setelah semua yang sudah kami capai,” ujar Guardiola selepas pertandingan.
Stadion Etihad, tadi malam tampil meriah sejak sebelum laga dimulai. Spanduk bertuliskan “We want you to stay” dalam bahasa Katalan terbentang di tribun, seolah menjadi seruan publik agar Pep memperpanjang masa baktinya.
Tak banyak yang menyangka, pelatih yang datang pada 2016 itu masih mampu menjaga hasrat dan ide segar hingga musim kesepuluhnya di Inggris.
Begitu peluit pertama dibunyikan, City langsung menekan. Doku, yang tampil seperti badai di sisi kiri, membuat bek Liverpool, Conor Bradley, kalang kabut. Pada menit ke-10, aksinya berbuah penalti setelah kiper Giorgi Mamardashvili menjatuhkannya di kotak terlarang.
Wasit Chris Kavanagh sempat tak memberi keputusan, namun VAR mengintervensi. Meski begitu, Haaland gagal menunaikan tugasnya dari titik putih — penyelamatan gemilang Mamardashvili menunda pesta City.
Namun, seperti yang sering terjadi, Haaland jarang berhenti di satu kegagalan. Dua puluh menit kemudian, umpan silang Matheus Nunes disambut sundulan keras penyerang Norwegia itu, menembus jala Liverpool.
Gol ke-99 Haaland di Premier League, dan yang ke-28 musim ini, memperlihatkan bahwa bahkan dengan kelemahan di penalti, insting predatornya tetap mematikan.
VAR dan Ketidakberuntungan Liverpool
Liverpool sempat mencuri napas lewat sundulan Virgil van Dijk yang menembus gawang Gianluigi Donnarumma. Namun selebrasi itu cepat sirna.
Asisten wasit mengangkat bendera — Andy Robertson dinilai mengganggu pandangan kiper dari posisi offside. Keputusan yang dikonfirmasi VAR itu membuat manajer Arne Slot menggeleng tak percaya di pinggir lapangan.
Belum sempat Liverpool bangkit, City menambah derita mereka di penghujung babak pertama. Nico González melepaskan tendangan jarak jauh yang membentur kaki Van Dijk dan menipu Mamardashvili.
Gol bunuh diri terselubung itu membuat skor berubah 2–0, dan Guardiola melompat kecil di pinggir lapangan — bukan hanya lega, tapi puas melihat hasil kerja sistem baru yang ia bangun.
Paruh kedua dimulai dengan Liverpool mencoba menekan. Ryan Gravenberch sempat memberi umpan terobosan cemerlang kepada Mohamed Salah, namun Ruben Dias menutup ruang dengan tekel presisi.
Arne Slot kemudian memasukkan Cody Gakpo untuk menambah daya gedor, tapi peluang terbaik justru melayang lewat tembakan yang melebar di tiang jauh.
Di sisi lain, Doku terus menjadi mimpi buruk. Pemain Belgia berusia 22 tahun itu tampil seperti reinkarnasi Leroy Sané versi lebih cepat dan lebih beringas.
Setiap sentuhan dan gerakannya menyalakan sorak di stadion. Dan pada menit ke-63, Doku menutup malam dengan gol spektakuler — memotong dari sisi kiri, mengecoh Ibrahima Konaté, lalu melepaskan tembakan roket ke sudut jauh.
Guardiola, yang biasanya ekspresif, kali ini hanya meninju udara dan tersenyum. Sorot matanya mengatakan cukup banyak: inilah malamnya.
Bagi Liverpool, kekalahan ini adalah yang kelima dalam enam laga liga terakhir — sebuah tren mengkhawatirkan bagi juara bertahan.
Slot tampak frustrasi, terutama setelah beberapa keputusan VAR dianggap merugikan timnya. “Kami menciptakan peluang, tapi tidak cukup efektif. City pantas menang,” ujarnya singkat.
City kini kembali hidup dalam perburuan gelar. Setelah musim lalu sempat goyah di tengah jalan, Guardiola menunjukkan bahwa kemampuannya beregenerasi — baik taktik maupun motivasi — masih menjadi kekuatan terbesar klub biru langit itu.
Doku kini jadi bintang baru di bawah bimbingannya, dan Haaland terus memproduksi gol dengan mesin yang tak pernah aus.
Guardiola telah mengoleksi 12 gelar liga dari tiga negara berbeda. Kini, di usia 54 tahun dan setelah 1.000 laga di pinggir lapangan, ia tampak belum ingin berhenti. “Saya masih lapar,” katanya. “Mungkin setelah laga ke-2.000 baru saya bisa berpikir soal pensiun.”
Malam itu di Etihad, sorak-sorai penonton menggema ketika papan skor menunjukkan 3–0. Hujan belum berhenti, tapi tak seorang pun di antara 55 ribu penonton yang peduli.
Mereka tahu, mereka sedang menyaksikan sejarah: malam ketika Pep Guardiola merayakan 1.000 laga, dan Manchester City kembali mengaum di puncak permainan. (*)
Erling Halaand merayakan gol yang dicetaknya bersama rekan setim saat Manchester City mengalahkan Liverpool dengan skor 3-0 di Stadion Etihad, Minggu (9/11/2025) malam.





-300x200.webp)
-300x169.webp)

