Internasional

Setelah Dipenjara Hampir 20 Tahun, Bali Nine Lega Bisa Kembali ke Australia

MAKASSAR, UNHAS.TV - Lima anggota tersisa dari jaringan narkoba "Bali Nine" mengaku lega dan bahagia akhirnya bisa pulang ke Australia, setelah menjalani hukuman hampir 20 tahun di penjara Indonesia.

Matthew Norman, Scott Rush, Martin Stephens, Si Yi Chen, dan Michael Czugaj tiba di Darwin, Australia, pada hari Minggu setelah bertahun-tahun Australia melobi atas nama mereka.

Ini merupakan pemindahan tahanan atau transfer of prisoner sehingga mereka tetap akan dipenjara di Australia hingga batas masa hukumannya berakhir.

"Mereka berharap, pada waktunya untuk kembali berintegrasi dengan masyarakat," kata salah satu anggota keluarga dari anggota Bali Nine.

Kasus Bali Nine bermula pada tahun 17 April 2005 ketika Indonesia menangkap sembilan pemuda Australia yang mencoba menyelundupkan 8,3 kg heroin dari Bali yang diikatkan di tubuh mereka.

Bali Nine terdiri atas delapan pria dan satu perempuan. Sembilan orang ini ditangkap di bandara dan hotel di Bali setelah polisi Indonesia mendapatkan informasi dari polisi Australia.

Kasus ini menjadi berita utama dunia ketika dua pemimpin kelompok itu, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, dieksekusi oleh regu tembak pada tahun 2015 - yang memicu pertikaian diplomatik antara negara tetangga Indonesia dan Australia.

Anggota Bali Nine lainnya - yang sebagian besar berusia di bawah 21 tahun - dijatuhi hukuman 20 tahun atau penjara seumur hidup.

Kasus ini menyoroti undang-undang narkoba Indonesia yang ketat, beberapa di antaranya merupakan yang paling ketat di dunia.

Salah satu dari sembilan orang itu, Tan Duc Thanh Nguyen, meninggal karena kanker di penjara pada tahun 2018. Tak lama kemudian, Renae Lawrence, yang saat itu berusia 41 tahun, satu-satunya wanita di antara kelompok itu, mendapat keringanan hukuman setelah menghabiskan hampir 13 tahun di penjara dan kembali ke Australia pada tahun yang sama.

Dikutip dari BBC News, Kelima orang itu dilarang masuk ke Indonesia seumur hidup. Pada hari Senin, Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan, ia telah berbicara dengan beberapa orangtua dari para pria itu yang "bersyukur".

"Mereka melakukan kejahatan serius dan mereka telah membayar harga yang mahal untuk itu. Namun, sudah waktunya bagi mereka untuk pulang," kata Anthony Albanese.

Albanese mengatakan, kesepakatan itu tidak disertai syarat atau bantuan yang harus diberikan Australia: "Ini adalah tindakan belas kasih dari Presiden Prabowo dan kami berterima kasih kepadanya untuk itu," ujarnya.(*)