 MHPE (1).webp)
Dokter Spesialis Urologi RS Unhas, Dr dr Syarif Bakri SpU (K) MHPE. (dok unhas.tv)
Pembesaran prostat jinak tidak selalu harus berakhir dengan tindakan operasi. Banyak pasien bisa tertolong dengan pengobatan dan perubahan gaya hidup.
Penghindaran makanan pemicu iritasi kandung kemih, peningkatan aktivitas fisik, serta menjaga berat badan ideal adalah langkah awal yang bisa diambil.
Selain itu, minum air secara cukup namun tidak berlebihan, terutama menjelang tidur, juga dapat mengurangi frekuensi bangun malam.
Obat-obatan yang digunakan untuk menangani BPH umumnya bekerja dengan dua cara: mengendurkan otot-otot prostat dan kandung kemih agar urine mengalir lebih mudah, atau mengecilkan ukuran prostat agar tidak terlalu menekan saluran kemih.
Namun, ketika pengobatan tidak lagi memadai atau gejala semakin berat, tindakan medis seperti operasi atau prosedur invasif minimal dapat menjadi pilihan.
“Karena itu, skrining dini sangat penting, terutama bagi pria yang telah memasuki usia 50 tahun ke atas,” tegas Syarif.
Di tengah dominasi diskusi kesehatan yang kerap fokus pada perempuan dan anak, kesadaran tentang kesehatan pria masih tergolong rendah. BPH, sebagai salah satu masalah kesehatan utama pria lansia, justru jarang dibicarakan terbuka.
Syarif menekankan pentingnya edukasi publik agar masyarakat—khususnya pria—lebih peka terhadap sinyal tubuh.
“Jangan menunggu gejala menjadi parah. Begitu ada perubahan pola buang air kecil, sebaiknya langsung periksa,” katanya.
Melalui pendekatan yang komprehensif, kombinasi antara pemeriksaan rutin, gaya hidup sehat, dan pengobatan yang tepat, pembesaran prostat jinak bukanlah vonis akhir. Ia bisa ditangani, dicegah progresnya, dan dikendalikan agar tidak mengganggu kualitas hidup.
(Zulkarnaen Jumar Taufik / Unhas.TV)