
Makalah ini lahir dari kegelisahan ilmiah: keyakinan tentang persaingan karang dan alga selama ini hanya berdiri di atas bukti observasional, bukan eksperimen ketat. Prof. Jompa merangkum bukti yang ada, mengklasifikasikan delapan mekanisme interaksi, lalu menyusun matriks karang–alga yang kini menjadi kerangka analisis bagi peneliti dunia.
“Makalah ini menawarkan peta jalan,” ujarnya di Makassar. “Kami tidak hanya menyebutkan bahwa karang dan alga bersaing, tapi menjelaskan bagaimana interaksi itu bekerja, dan apa artinya bagi pemulihan ekosistem.”
BACA: Jamaluddin Jompa, Anak Laut, dan Samudera Ilmu
Sejak itu, hampir semua penelitian tentang degradasi terumbu, perekrutan karang muda, hingga dampak perubahan iklim, tak bisa lepas dari karya ini.
Sampah Plastik dan Epidemi Penyakit Karang
Tulisan lain yang juga monumental adalah “Plastic waste associated with disease on coral reefs” (2018), dipublikasikan di jurnal Science. Artikel ini telah disitasi 960 kali hanya dalam beberapa tahun.
Dalam riset kolaboratif berskala Asia-Pasifik, mencakup 159 terumbu dan 124 ribu koloni karang, tim peneliti menemukan fakta mencengangkan: risiko penyakit pada karang melonjak dari 4 persen menjadi 89 persen saat bersentuhan dengan plastik.
Karang bercabang yang kompleks—rumah bagi ikan dan organisme laut—delapan kali lebih rentan. Studi itu juga memperkirakan ada 11,1 miliar potongan plastik menjerat terumbu Asia-Pasifik, yang bisa naik 40 persen pada 2025.
“Plastik bukan sekadar sampah, tapi vektor penyakit,” kata Prof. Jompa. Temuan ini segera menjadi rujukan global, digunakan dalam advokasi kebijakan, penelitian ekologi, hingga epidemiologi laut. Pemerintah, NGO, bahkan badan internasional mengutipnya untuk menegaskan urgensi pengelolaan sampah plastik dunia.
Dampak bagi Reputasi Unhas dan Indonesia
Jumlah sitasi yang tinggi itu memberi dampak nyata bagi Universitas Hasanuddin. Dalam pemeringkatan global, sitasi menjadi indikator penting. “Setiap sitasi adalah pengakuan,” katanya. “Bahwa penelitian yang lahir dari Indonesia ikut menentukan arah percakapan ilmiah internasional.”
Unhas pun semakin dikenal sebagai pusat riset laut tropis. Kolaborasi internasional tumbuh, peluang pendanaan terbuka, dan mahasiswa asing tertarik untuk datang. Bagi Indonesia, capaian ini adalah bukti bahwa laut Nusantara bukan sekadar sumber daya ekonomi, tetapi juga laboratorium global yang menyumbangkan pengetahuan bagi dunia.
Ilmuwan Milik Dunia
Namun, pada akhirnya, Prof. Jamaluddin Jompa bukan hanya milik Unhas. Ia adalah milik dunia. Lewat riset dan publikasinya, ia memberi kontribusi bagi masa depan bersama: dunia yang lebih bersih dari sampah plastik, dunia yang lautnya tetap menjadi anugerah bagi kemanusiaan.
Bagi dirinya, sitasi hanyalah penanda. Yang lebih penting adalah dampaknya: bagaimana ilmu dari Indonesia benar-benar digunakan untuk menyelamatkan ekosistem laut global.
“Saya selalu percaya, laut kita adalah laboratorium terbesar,” katanya dengan senyum. “Jika kita meneliti dengan serius, data dari sini bisa bicara pada dunia.”
Dan kini, lewat dua karyanya yang paling banyak disitasi, mengenai kompetisi karang–alga (1.382 sitasi) dan plastik sebagai pemicu penyakit karang (960 sitasi), dari Makassar lahir ilmu yang mengarahkan percakapan global tentang masa depan laut.