Internasional

Keluarga Desak Pemerintah Selamatkan WNI Korban Kerja Paksa di Myammar

BERSENJATA - Aparat bersenjata di Myammar. Sejumlah perusahaan penipuan online ditangani oleh kelompok bersenjata. (AFP/VOA)

Novi, warga Cimahi, yang lolos setelah tujuh bulan terjebak menceritakan penderitaan yang ia alami selama menjadi peniu online. Ia harus bekerja 18 sampai 20 jam. Siksa fisik menjadi perlakuan rutin jika ia dinilai tidak mencapai target.

"Sayatan bambu kan kayak sayatan silet. Juga ada setrum (listrik). Posisi tangan terborgol," kata Novi.

Korban telah melapor ke Kementrian Luar Negeri namun mereka tak kunjung diselamatkan. Kemenlu menggunakan berbagai cara untuk memulangkan WNI melalui nota diplomatik maupun jalur informal.

"Ini tergantung situasional, tergantung juga dengan kelompok mana yang kita komunikasi. Sebagaimana diketahui ada banyak perusahaan scam. Sowe have to talk with the right person," kata Direktur Pelindungan WNI dan BHI Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Judha Nugraha.

Menurut Judha, wilayah Hpa Lu dan Myawaddy adalah wilayah konflik bersenjata dan dikuasai oleh kelompok etnis bersenjata. Ini yang menyulitkan penyelamatan mereka.

Sejak Oktober 2020, Kemenlu sudah memulai menyelamatkan 3.300 orang dari sindikat penipuan online di Myammar, Laos, maupun Kamboja, 700 di antaranya terindikasi korban TPPO

Industri penipuan online di Myammar dijalankan dari camp-camp yang dijaga kelompok bersenjata sehingga menyulitkan proses penyelamatan. PBB memperkirakan 120 ribu korban perdagangan manusia dari Asia bahkan Afrika dibawa ke Myammar dan negara--negara sekitar dan dipaksa bekerja menjalankan penipuan online.

Pengamat menilai perlu usaha lintas negara untuk memberantas kejahatan global ini. "Memang ada upaya di perbatasan Tiongkok namun ini telah menyebabkan meluasnya masalah ke perbatasan Kamboja dan Laos. Karena belum ada upaya global untuk mencoba memerangi masalah global ini," kata Direktur Burma, US Institute of Peace, Jason Tower, kepada Voice of America.

Di Tanah Air, Kemenlu meminta masyarakat lebih berhati-hati. "Jika ada yang menawarkan gaji tinggi namun tidak meminta kualifikasi khusus, harusnya bertanya," kata Judha.(amir pr)