News
Program
Unhas Speak Up

Laut yang Tercemar, Ketika Ancaman Mikroplastik Menyusup ke Meja Makan Kita

undefined

UNHAS.TV - Di balik lensa mikroskop, yang tampak bukan hanya plankton atau serpihan garam laut. Peneliti dan dosen Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas Dr Ir Sinta Werorilangi MSc menemukan potongan plastik berukuran sangat kecil, tak kasatmata, tapi nyata. 

“Dulu kami berpikir, sampah itu hanya yang bisa kita lihat,” katanya pelan. “Sampai akhirnya kami mengenal istilah mikroplastik.”

Pernyataan Sinta Werorilangi itu membuka percakapan dalam program Unhas Speak Up di kanal Unhas TV.

Dengan suara tenang namun tegas, Ketua Marine Plastic Research Group (MPRG) Universitas Hasanuddin itu menyingkap perjalanan panjang riset mikroplastik yang menjadikan Indonesia sorotan dunia.

Semua bermula pada tahun 2014, ketika sekelompok peneliti dari University of California (UC) San Diego datang ke Makassar.

Mereka bekerja sama dengan peneliti Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas, dipimpin oleh almarhum Prof. Akbar Tahir, seorang guru besar kelautan yang visioner. 

Fokus risetnya sederhana namun berdampak besar: mengidentifikasi mikroplastik pada ikan yang dijual di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Makassar, lalu membandingkannya dengan ikan yang dijual di Amerika Serikat.

“Saat itu, istilah mikroplastik masih asing bagi kami,” kenang Sinta. “Kami baru sadar, sampah plastik yang biasa kita lihat ternyata bisa hancur menjadi serpihan mikroskopis yang tersebar di laut dan masuk ke tubuh biota.”

Dari kerja sama inilah, publikasi internasional pertama tentang mikroplastik di Indonesia lahir sekitar tahun 2015. Hasilnya mencengangkan: Indonesia dikategorikan sebagai negara penghasil sampah plastik ke laut nomor dua di dunia, setelah Tiongkok.

Publikasi ini, bersama riset serupa oleh Jenna Jambeck dari Universitas Georgia, menjadi “breaking news” global. Dunia menatap Indonesia, bukan lagi sekadar negara maritim, tetapi juga episentrum krisis plastik.

Lahirnya Marine Plastic Research Group Unhas

Melihat urgensi isu tersebut, Prof. Akbar Tahir membentuk Marine Plastic Research Group (MPRG) pada tahun 2019, jauh sebelum istilah “polusi mikroplastik” menjadi perhatian publik luas.

MPRG menjadi wadah bagi para peneliti lintas fakultas untuk mempelajari dampak plastik terhadap ekosistem laut dan kesehatan manusia.

Pada tahun 2025, kelompok riset ini resmi naik status menjadi Thematic Research Group (TRG) di bawah kebijakan Rektor Unhas, memperkuat posisinya sebagai garda depan penelitian mikroplastik di kawasan timur Indonesia.

“Kami bukan hanya meneliti dari sisi kelautan,” ujar Sinta. “Peneliti dari fakultas lain juga terlibat, mulai dari kedokteran, farmasi, hingga teknik. Karena dampak mikroplastik itu lintas sektor dari lingkungan, pangan, sampai kesehatan.”

MPRG Unhas kini bermitra dengan lembaga internasional seperti The Alliance to End Plastic Waste, Monash University, dan University of Queensland melalui program kolaborasi PAIR (Partnership for Australia-Indonesia Research).

Mikroplastik: Si Kecil yang Mematikan

Dalam wawancara tersebut, Dr. Sinta menjelaskan dengan detail ilmiah namun mudah dicerna. Mikroplastik, katanya, adalah serpihan plastik berukuran kurang dari 5 milimeter yang berasal dari fragmentasi plastik besar akibat panas, sinar UV, ombak, atau aktivitas biologis.

“Prosesnya sangat lama. Plastik yang kita buang hari ini, mungkin baru hancur menjadi mikroplastik dalam puluhan tahun ke depan. Tapi begitu terbentuk, dia hampir tidak bisa hilang dari lingkungan,” jelas Kepala Laboratorium Marine Ecotoxicology ini.

Lebih parah lagi, mikroplastik mampu menyerap bahan kimia berbahaya di laut seperti logam berat dan pestisida.

“Dia seperti cocktail of pollutants,” ujar Sinta, mengutip istilah peneliti dunia. “Campuran berbagai racun yang menempel di permukaannya lalu ikut tertelan oleh biota laut.”

Dampaknya berantai. Mikroplastik dimakan oleh plankton, lalu ikan kecil, ikan besar, dan akhirnya manusia.

“Khusus di Sulawesi Selatan, konsumsi seafood sangat tinggi. Jadi risiko paparan mikroplastik ke tubuh manusia juga meningkat,” kata penulis artikel Study of microplastic pollution in consumed fish and human health risk in South Sulawesi Province ini.

Dari Sungai ke Laut: Jejak Antropogenik

>> Baca Selanjutnya