Tulisan ini dipersiapkan oleh Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Hasanuddin sebagai gambaran umum perjalanan pengembangan kurikulum di Unhas dan capaiannya sejauh ini.
***
Pendidikan tinggi hari ini tidak lagi cukup, jika hanya mengandalkan kehadiran mahasiswa di ruang kelas. Dunia telah bergerak dengan kecepatan yang jauh melampaui metode pembelajaran tradisional.
Perkembangan teknologi, arus globalisasi yang kian deras, serta dinamika dunia kerja yang tidak pasti, memaksa perguruan tinggi meninjau kembali cara mereka mempersiapkan lulusan. Ruang kelas konvensional yang terbatas tidak lagi mampu menampung seluruh kompleksitas pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang dibutuhkan di abad 21.
Laporan Future of Jobs 2025 menegaskan fakta yang tidak terbantahkan bahwa sebanyak 39% keterampilan inti pekerja akan berubah pada periode 2025-2030. Selain itu, pergeseran pekerjaan akan melahirkan 78 juta peluang baru secara global (World Economic Forum, 2025).
Artinya, apa yang diajarkan hari ini bisa jadi tidak relevan lagi dalam lima tahun mendatang. Oleh karena itu, universitas yang tetap mempertahankan model pembelajaran lama berisiko sangat tinggi untuk tertinggal jauh.
Universitas Hasanuddin (Unhas) tentu tidak ingin tertinggal, sehingga Unhas memilih jalan berbeda. Peluncuran Kurikulum 2023 (K-23) pada tahun 2023 lalu, dengan menghadirkan Mata Kuliah Penguatan Kompetensi (MKPK), menjadi bukti bahwa Unhas menegaskan diri sebagai institusi yang on the track menjawab tantangan global.
Transformasi ini bukan hanya sekadar bukti kepatuhan pada regulasi nasional, melainkan bentuk kesadaran sejak dulu serta wujud komitmen Unhas bahwa pendidikan harus mampu melampaui batas-batas ruang kelas dan menyentuh kehidupan nyata.
Walau demikian, Unhas tidak serampangan dalam mengambil kebijakan. Kurikulum ini (K-23) menegaskan bahwa pengalaman mahasiswa di luar kelas yang diperoleh melalui kompetisi, kewirausahaan, keorganisasisan, kepesertaan, pengabdian masyarakat, magang/ studi independen, publikasi hingga pengembangan minat dan bakat sama pentingnya dengan pembelajaran formal di dalam kelas.
Lebih dari sekadar reformasi internal, langkah ini adalah strategi Unhas untuk menyiapkan lulusan dengan profil active lifelong learner, generasi pembelajar aktif sepanjang hayat yang adaptif, kreatif, resilien, dan kompetitif di tingkat dunia.
Unhas juga mengembangkan bentuk pengakuan tugas akhir mahasiswa yang fleksibel dan adaptif. Tugas akhir bagi mahasiswa program sarjana tidak lagi hanya dalam bentuk skripsi, melainkan disediakan ruang pengakuan tugas akhir dalam 6 bentuk lainnya, yakni karya perancangan, prototipe, penciptaan karya, proyek dan karya lainnya yang disetarakan (hasil karya ilmiah atau kompetisi).
Transformasi teknologi, terutama kecerdasan buatan, big data, dan otomasi, belakangan ini telah mengubah struktur pekerjaan dunia. World Economic Forum (2025) melaporkan bahwa antara tahun 2025-2030 sebanyak 170 juta pekerjaan baru tercipta, sementara 92 juta pekerjaan tergantikan.
Dunia kerja memang berkembang, tetapi tidak semua orang otomatis siap mengisi posisi baru tersebut. Keterampilan yang dibutuhkan juga mengalami pergeseran signifikan. Analytical thinking tetap menjadi keterampilan paling dicari, namun tetap harus berjalan beriringan dengan creative thinking, curiosity, resilience, serta lifelong learning (WEF, 2025).
Lulusan berbekal teori di kelas, tidak lagi cukup. Mereka dituntut berpikir lintas batas, beradaptasi cepat, dan berani mencoba hal-hal baru. Jika perguruan tinggi tetap terpaku pada pola lama, kesenjangan antara dunia akademik dan dunia kerja akan semakin melebar.
Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemdiktisaintek) menegaskan arah perubahan melalui Permendiktisaintek No. 39 Tahun 2025. Regulasi ini menuntut tiga hal pokok, yakni fleksibilitas kurikulum, pengakuan micro-credential, dan integrasi pembelajaran digital.
Di atas kertas, kebijakan ini tampak sederhana. Namun dalam praktik, dibutuhkan visi, komitmen, dan kesiapan infrastruktur. Unhas membaca arah ini jauh sebelum kebijakan ini resmi ditetapkan.
Melalui K-23 dengan MKPK, Unhas menjawab tiga mandat sekaligus dengan memberikan ruang fleksibel sebanyak 10-20 SKS aktivitas di luar kelas, mengakui capaian mahasiswa melalui rekognisi pembelajaran lampau dan mendigitalisasi seluruh proses agar transparan serta terukur.
Dengan demikian, Unhas bukan hanya sekadar mengikuti regulasi, melainkan Unhas menjadi contoh bagaimana sebuah universitas bisa menjadi pionir dalam menyelaraskan kebijakan nasional dengan praktik global.
Mata Kuliah Penguatan Kompetensi (MKPK)
Unhas memahami dengan baik bahwa penguasaan teknologi tidak berarti, jika manusia kehilangan sisi kemanusiaan. Dunia kerja saat ini menuntut keseimbangan antara hard skills berbasis teknologi dan soft skills yang berpusat pada manusia. Inilah urgensi mengapa K-23 dengan MKPK hadir di Unhas. MKPK menjembatani dunia kampus dengan realitas global yang terus berubah.