Budaya

Mengapa Orang Buton Memuliakan Anak Yatim di Bulan Muharram?

Pemda Buton menggelar ritual untuk anak yatim
seorang ibu menyuapi anak yatim

Di Kabupaten Buton, pemberian makanan kepada anak yatim-piatu itu dilakukan secara simbolis oleh pemerintah daerah dan sejumlah perangkat Masjid Agung Keraton Buton.

Usai melaksanakan ritual, Asisten Satu Setda Kabupaten Buton Alimani, S.Sos., M.Si mengatakan tradisi Pakandena Ana-ana Maelu merupakan ajaran agama Islam dalam memperingati setiap tanggal 10 Muharram.

"Kegiatan ini dalam rangka memperingati 10 Muharram dan kita tahu berdasarkan sejarah bahwa kita di Kesultanan Buton itu dalam memperingati hari 10 Muharram itu selalu dengan memberikan makan kepada anak yatim," ucap Alimani.

Ritual ini ‘naik kelas’, sebab bukan lagi dilakukan di rumah, tetapi juga menjadi agenda pemerintah kabupaten/ kota.

Ritual ini membawa pesan yang teramat dalam. Ritual ini menghubungkan manusia hari ini dengan masa silam. Manusia hari ini menyerap semua hikmah dan pembelajaran masa lalu agar tidak terulang lagi di masa sekarang.

Di Nusantara, ritual mengenang asyura ini bisa ditemukan jejaknya dalam berbagai kebudayaan. Masyarakat Ternate membuat bubur asyura untuk dimakan anak yatim. Masyarakat Bengkulu mengenangnya dengan tirual Tabot.

Orang Pariaman melakukan ritual Tabuik.  Orang Buton mengenalnya dengan ritual pekande-kandeana ana-ana maelu. Semua ritual ini bertujuan untuk merawat ingatan pada satu peristiwa, membangun benang merah dengan peristiwa itu, serta membangun komitmen di masa kini agar peristiwa serupa tidak terjadi.

Meskipun orang Buton juga bersedih mengenang peristiwa 14 abad silam, ritual mereka fokus pada putra Husain yakni Ali Zainal Abidin.

Pesan kuat yang bisa dipetik adalah menangisi kematian memang penting, tapi jauh lebih penting merawat kehidupan, memberinya semangat dan motivasi kuat untuk tetap merawat tradisi kebaikan, serta menghadapi masa depan.

Dengan memberi makan pada anak yatim, yang merupakan simbol dari Ali Zainal Abidin, leluhur Buton memberi pesan kuat, bahwa masalah sebesar apapun akan terasa ringan jika semua anggota masyarakat saling membantu saling menguatkan, dan saling menjaga solidaritas sosial.

Jauh sebelum Indonesia mendeklarasikan “Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara negara”, leluhur Buton telah lebih dahulu menyatakan anak yatim dan miskin adalah milik komunitas.

Mereka disapih dan dirawat. Mereka akan tumbuh menjadi kembang indah yang semerbak berkat dukungan kuat dari komunitas. Kelak mereka akan tumbuh dan memberi makna bagi komunitas.

Bukan mereka yang membutuhkan kita, tetapi kitalah yang membutuhkan mereka untuk membersihkan jiwa (pekangkilo) dari debu-debu keangkuhan, serta bekal mengarungi bumi yang sementara ini.

Tangkanapo.