MAKASSAR, UNHAS.TV - Di era di mana kecerdasan buatan (Artificial Intelligence, AI) menggerakkan segala hal mulai dari chatbot hingga mobil tanpa sopir, muncul biaya yang kurang terlihat: konsumsi air.
Pusat data yang melatih dan menjalankan model AI memerlukan energi dalam jumlah besar, dan pendinginan server sering kali mengandalkan proses evaporasi yang menghabiskan air—banyak di antaranya adalah air layak minum.
Seiring ledakan permintaan AI, hal ini dapat membebani sumber daya air tawar, mempertentangkan kemajuan teknologi dengan kebutuhan manusia seperti air minum.
Berikut adalah penjelasan mengapa AI menjadi teknologi yang haus air dan risiko potensial terhadap pasokan global.
Mekanisme Jejak Air AI
Sistem AI, khususnya model bahasa besar (LLM) seperti yang mendukung Grok atau varian GPT, beroperasi pada jaringan server yang luas di pusat data. Fasilitas ini menghasilkan panas yang sangat besar dari pemrosesan triliunan parameter. Untuk mencegah panas berlebih:
Pendinginan Evaporatif Mendominasi: Banyak pusat data menggunakan menara pendingin berbasis air di mana air menguap untuk membuang panas. Untuk setiap megawatt-jam listrik yang digunakan, pusat data tipikal mungkin mengonsumsi 1.000–1.800 galon air, menurut perkiraan Departemen Energi AS. Beban kerja AI memperbesar ini karena melatih satu model dapat memerlukan energi setara dengan ribuan rumah tangga.
Penggunaan Air Tidak Langsung melalui Listrik: Pembangkit listrik untuk pusat data sering melibatkan metode intensif air. Pembangkit batubara, gas alam, dan nuklir menggunakan air untuk pendinginan, sementara bendungan hidroelektrik langsung mengonsumsinya melalui penguapan. Studi tahun 2023 di Nature menghitung bahwa pusat data global (sebelum ledakan AI) sudah menyumbang sekitar 1–1,5% penggunaan listrik, dengan penarikan air terkait daya tersebut.
Contoh spesifik AI menyoroti skala:
- Melatih GPT-3 (pendahulu LLM modern) dilaporkan menggunakan sekitar 700.000 liter air hanya untuk pendinginan, menurut analisis Universitas California, Riverside. Meningkat ke model saat ini, dengan miliaran parameter, menggandakan ini berkali-kali lipat.
- Pusat data Microsoft mengalami lonjakan penggunaan air 34% dari 2021 hingga 2022, bertepatan dengan investasi AI, seperti yang dilaporkan dalam laporan keberlanjutan mereka. Google melaporkan 5,6 miliar galon air yang dikonsumsi pada 2022, sebagian dikaitkan dengan pertumbuhan AI.
Mengukur Kehausan: Permintaan AI yang Semakin Meningkat
Krisis air AI bukanlah hipotetis—proyeksi menunjukkan pertumbuhan eksponensial:
- Fase Pelatihan: Satu kali pelatihan AI dapat menguapkan air setara dengan pasokan harian kota kecil. Peneliti di Universitas Washington memperkirakan bahwa menghasilkan satu gambar AI (misalnya, melalui Stable Diffusion) secara tidak langsung menggunakan sekitar 500 ml air melalui energi dan pendinginan.
- Fase Inferensi: Penggunaan sehari-hari—menanyakan chatbot AI 100 kali—dapat mengonsumsi air setara dengan sebotol soda, jika diskalakan secara global ke miliaran interaksi.
- Pada 2027, AI dapat mendorong penggunaan air pusat data menjadi 4,2–6,6 miliar meter kubik per tahun, menurut pracetak arXiv 2024 dari peneliti di UC Riverside dan UT Arlington. Itu kira-kira 4–6 kali lipat dari level saat ini, cukup untuk memasok air minum bagi setengah populasi India.








