oleh: Ilham Akbar Mustafa*
Dalam lanskap pembangunan nasional saat ini, nama Bahlil Lahadalia mencuat sebagai figur sentral yang tidak hanya membawa warna baru dalam birokrasi, tetapi juga menjadi simbol dari transisi besar dalam cara negara mengelola pembangunan dan investasi.
Lahir dari keluarga sederhana di Papua, Bahlil membawa narasi perjuangan yang otentik ke jantung pemerintahan. Ia bukan hanya seorang teknokrat yang paham teori, melainkan seorang praktisi kebijakan yang mengakar pada realitas sosial dan politik Indonesia yang kompleks.
Kepemimpinan Teknokratik
Nama Bahlil dikenal luas karena mampu menyatukan dua hal yang kerap dianggap berseberangan: keberpihakan pada rakyat kecil dan efisiensi manajemen modern. Sebagai mantan aktivis dan pengusaha muda, ia memiliki sensitivitas terhadap kebutuhan masyarakat akar rumput, sekaligus kemampuan untuk berbicara dalam bahasa korporasi dan investasi global.
Gaya kepemimpinannya berkarakter cepat, komunikatif, dan solutif. Ia dikenal berani mengambil keputusan dalam waktu singkat namun tetap mempertimbangkan data dan analisis kebijakan.
Dalam berbagai kesempatan, Bahlil tidak ragu menyederhanakan narasi kebijakan menjadi bahasa yang membumi—sesuatu yang jarang dimiliki teknokrat pada umumnya. Ia membawa wajah teknokrasi yang hangat dan akrab, namun tidak kehilangan daya dorong untuk perubahan struktural.
Kepemimpinan Bahlil di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang kemudian berubah menjadi Kementerian Investasi, menjadi momen krusial dalam reformasi iklim usaha nasional.
Salah satu pencapaiannya yang paling monumental adalah peluncuran sistem OSS Berbasis Risiko pada tahun 2021. Ini bukan sekadar penyederhanaan administrasi, melainkan sebuah lompatan digital dan struktural dalam manajemen perizinan investasi.
OSS Berbasis Risiko mengkategorikan izin berdasarkan skala risiko kegiatan usaha—rendah, menengah, hingga tinggi—dan mempercepat proses perizinan melalui sistem yang lebih otomatis dan transparan. Sistem ini tidak hanya memangkas waktu dan biaya, tapi juga mempersempit ruang korupsi dan birokrasi transaksional.
Dampak kongkritnya terlihat pada laporan tahunan investasi dari BKPM yang menunjukkan peningkatan signifikan dalam realisasi investasi selama masa kepemimpinan Bahlil.
Tahun 2022 mencatat nilai investasi menembus Rp1.207 triliun, melampaui target yang ditetapkan. Tidak hanya itu, kontribusi investasi terhadap penciptaan lapangan kerja juga meningkat, dengan ratusan ribu tenaga kerja terserap dari proyek-proyek yang direalisasikan.
Bahlil juga aktif menjembatani hubungan antara investor asing dan pelaku usaha nasional, termasuk pengusaha lokal dan UMKM. Ia tidak ingin investasi hanya dinikmati segelintir elit ekonomi, tetapi turut menggerakkan ekonomi lokal dan menciptakan ekosistem yang inklusif.
Bahlil secara konsisten mendorong pemerataan investasi ke luar Pulau Jawa, terutama wilayah timur seperti Papua, Maluku, dan Sulawesi. Ia menyebut ini sebagai bagian dari agenda “keadilan spasial”, di mana seluruh wilayah Indonesia mendapat kesempatan yang adil untuk tumbuh dan berkembang.
Berbagai proyek strategis nasional, termasuk pembangunan kawasan industri di Papua dan pengembangan smelter di Sulawesi, menjadi bukti nyata komitmennya. Ia tidak hanya hadir sebagai pembuat kebijakan, tetapi juga sebagai eksekutor di lapangan—bertemu kepala daerah, pelaku usaha lokal, hingga tokoh adat untuk memastikan program berjalan sesuai konteks.
Kini menjabat sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kepala Satgas Percepatan Investasi Energi, Bahlil dihadapkan pada tantangan yang tidak ringan. Sektor energi adalah tulang punggung pembangunan, tetapi juga rentan terhadap konflik kepentingan, lambannya birokrasi, dan tekanan geopolitik.
Salah satu prestasi awalnya adalah penguatan koordinasi lintas kementerian dan lembaga untuk mempercepat proyek energi strategis, termasuk energi baru dan terbarukan. Di bawah kepemimpinannya, kementerian mulai mempercepat transisi energi melalui proyek-proyek PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), geothermal, dan biodiesel, tanpa mengabaikan pengelolaan sumber daya fosil secara efisien.
Perihal lifting minyak dan gas, Bahlil secara aktif mengatasi hambatan investasi yang selama ini memperlambat eksplorasi dan produksi. Ia mendorong insentif fiskal untuk kegiatan hulu migas, penyederhanaan proses persetujuan proyek eksplorasi, serta mempercepat pengadaan teknologi di ladang-ladang tua yang sudah menurun produksinya.
Hasilnya, pada semester pertama 2025, capaian lifting menunjukkan tren perbaikan setelah sebelumnya stagnan, meski tantangannya masih besar.
Sebagai Kepala Satgas Energi, ia juga menangani persoalan tumpang tindih regulasi dan konflik kewenangan antar lembaga dengan cara yang pragmatis. Ia menyusun peta jalan percepatan investasi energi yang mengintegrasikan data proyek, status lahan, kelengkapan izin, dan progres realisasi. Satgas ini menjadi katalis penting dalam mendorong proyek mangkrak agar bisa berjalan, khususnya di sektor energi bersih.
Agenda Percepatan Pembangunan
Perjalanan Bahlil Lahadalia mencerminkan lahirnya generasi baru teknokrat Indonesia—yang tidak hanya piawai dalam urusan regulasi dan strategi, tetapi juga memiliki akar yang kuat dalam pengalaman sosial dan kewilayahan.
Ia fasih berinteraksi dengan pemodal global, namun tidak canggung berbicara dengan tokoh adat, petani, atau pelaku UMKM di pelosok negeri. Kepemimpinan seperti inilah yang kini dibutuhkan Indonesia untuk menggerakkan agenda pembangunan secara menyeluruh.