Kesehatan
Unhas Speak Up

Menjaga Makhluk Bernyawa Lain, Misi Kedokteran Hewan di Kampus Merah




Direktur RSHP Unhas drh Andi Magfira Satya Apada MSc. (dok Unhas.TV)


“Rumah sakit ini bukan hanya tempat belajar, tapi juga fasilitas layanan kesehatan hewan yang terbuka untuk publik,” ujar Direktur RSHP Unhas drh Andi Magfira Satya Apada MSc.

Menurutnya, fungsi rumah sakit ini ganda: tempat edukasi dan pelayanan masyarakat. Tren memelihara hewan kesayangan meningkat tajam sejak pandemi COVID-19. Di Makassar, kata Andi Magfira, rumah sakit hewan kini jauh lebih ramai daripada lima tahun lalu.

“Orang-orang yang dulu hanya menanam bunga, sekarang punya anjing atau kucing di rumah. Mereka butuh tempat berkonsultasi saat hewannya sakit,” jelasnya.

Menurut Andi Magfira, hewan bukan hanya teman, tapi juga makhluk hidup yang punya kebutuhan dasar, termasuk kesehatan. “Bunga cukup disiram, tapi hewan butuh makan, minum, interaksi, bahkan kasih sayang. Kalau sakit, mereka juga harus ditangani,” katanya.

Tak cuma hewan kesayangan, dokter hewan juga memegang peran vital untuk satwa liar dan ternak. Pada hewan ternak, mereka memastikan kondisi kesehatan sebelum daging atau susu masuk ke rantai konsumsi manusia. “Dari hulu ke hilir, kami terlibat penuh,” kata Dwi.

Banyak masyarakat belum sadar bahwa pengawasan pakan, vaksinasi, hingga pemeriksaan post-mortem (setelah hewan mati) adalah bagian dari tanggung jawab dokter hewan. “Kesehatan manusia dimulai dari kesehatan hewan,” ucap Dwi.

Dalam dunia veteriner, prinsip yang dijunjung adalah One Health—satu kesehatan. Artinya, kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan harus dijaga bersama-sama. “Tanpa kolaborasi tiga sektor ini, kita rentan menghadapi wabah,” ujar Andi Magfira.

Pendidikan di Prodi Kedokteran Hewan Unhas telah mengikuti standar nasional dan internasional. Mahasiswa tak hanya diajari soal klinis, tapi juga pencegahan, etika, dan regulasi kesehatan hewan. “Mereka harus siap menghadapi dunia nyata yang sangat kompleks,” kata Dwi.

Saat ini, prodi yang semula hanya punya beberapa dosen kini tumbuh dengan fasilitas lengkap. Rumah Sakit Hewan Unhas menjadi rujukan untuk berbagai kasus, dari operasi kucing patah tulang hingga pemeriksaan unggas ternak. “Kami terus berbenah agar bisa jadi pusat rujukan regional,” ujarnya.

Meski belum setenar pendidikan dokter umum, profesi dokter hewan semakin dicari. Lulusan Unhas kini tersebar di berbagai instansi pemerintah, perusahaan pet food, laboratorium veteriner, hingga membuka praktik mandiri.

Dwi mengakui bahwa tantangan ke depan bukan hanya soal meningkatkan kapasitas mahasiswa, tetapi juga edukasi masyarakat. “Banyak orang belum paham pentingnya membawa hewan ke dokter. Masih ada yang pikir cukup dengan ramuan tradisional,” katanya.

Karena itu, kampus menggencarkan edukasi lewat media, seminar, hingga klinik keliling. Mahasiswa juga dibekali kemampuan komunikasi dan pengabdian masyarakat. “Kami ingin mereka jadi dokter hewan yang tidak hanya pintar, tapi juga peka sosial,” ujar Dwi.

Lebih dari satu dekade sejak berdiri, prodi Kedokteran Hewan Unhas kini menatap masa depan dengan percaya diri. Di tengah ancaman zoonosis dan naiknya kepemilikan hewan peliharaan, mereka siap mengambil peran lebih besar.

“Kesehatan itu milik semua makhluk bernyawa, bukan cuma manusia,” ujar Andi Magfira menutup perbincangan. (*)